TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berharap pemerintah memberi perlindungan terhadap semua dokter selama menjalankan tugasnya. Para dokter yang menjalankan tugas harus diberi perlindungan dari tindak kekerasan yang muncul di sejumlah rumah sakit akibat protes terhadap penggunaan vaksi palsu.
"Tidak satupun peraturan mengatakan, dokter bertanggung jawab atas obat di rumah sakit," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI Ilham Oetama Marsis di Jakarta, Senin, 18 Juli 2016.
IDI bersama Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia Seluruh Indonesia, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, memberikan keterangan atas dampak peredaran dan penggunaan vaksi palsu terhadap dokter, tenaga medis maupun fasilitas medis.
Pemerintah menurunkan tim penyelidik atas dugaan vaksi palsu yang menyebar di berbagai provinsi. Dugaan penyebaran ini didasari adanya kecurigaan vaksin yang beredar berasal dari sumber tak resmi dan berpotensi dipalsukan.
Saat ini sebanyak 37 fasilitas kesehatan di 9 provinsi diduga membeli vaksin dari distributor tidak resmi. Mengetahui adanya penggunaan vaksin palsu ini, keluarga pasien yang diimunisasi memprotes rumah sakit, klinik, maupun dokter.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mengatakan, kekerasan di beberapa rumah sakit, menimbulkan keresahan di kalangan dokter dan tenaga kesehatan lain. "Kami mendesak Kementerian Kesehatan RI dan BPOM bertanggung jawab atas implikasi negatif dari penanganan vaksin palsu," katanya.
Adib mengatakan, dokter, tenaga kesehatan, atau fasilitas pelayanan kesehatan adalah korban dari oknum pemalsu vaksin. Pemerintah dimintai solusi atas keluhan masyarakat. Adib mengusulkan pemerintah mendirikan posko pengumuman dan pengaduan di Dinas Kesehatan, sebagai tempat untuk menghindari kekrisuhan di fasilitas pelayanan kesehatan. Adib menegaskan, organisasi dokter Indonesia tak ingin mencampuri urusan politik di pemerintahan.
CHITRA PARAMAESTI | PRU