TEMPO.CO, Bandung - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Alma Lucyati mengatakan imunisasi ulang korban vaksin palsu baru dilakukan di Rumah Sakit Sayang Bunda, Bekasi. “Baru di satu rumah sakit,” ucapnya di Bandung, Senin, 18 Juli 2016.
Alma berujar, vaksinasi ulang itu dilakukan setelah proses verifikasi korban vaksin palsu selesai. “Itu harus diverifikasi. Yang baru diverifikasi baru di Rumah Sakit Sayang Bunda untuk 21 orang,” tuturnya.
Menurut Alma, vaksin yang diberikan dalam imunisasi ulang ini adalah vaksin dasar. “Kami memberi yang dasar, yang wajib. Dia (anak) tidak mendapat ketahanan karena tidak mendapat (imunisasi) yang wajib,” ucapnya. Imunisasi dasar itu di antaranya vaksin BCG, DPT, polio, dan campak.
Alma mengatakan jumlah anak yang menjalani imunisasi ulang sedikit, di antaranya ada anak korban vaksin palsu yang umurnya sudah melewati batas umur imunisasi. Tapi mayoritas baru menjalani imunisasi. “Karena hanya segitu saja yang terdaftar di situ. Memang sedikit,” ujarnya.
Menurut Alma, proses verifikasi masih dilakukan pihak rumah sakit bersama Satgas Vaksin Palsu. “Rumah sakit diminta melihat daftarnya masing-masing terus menelepon orang-orangnya,” tuturnya.
Alma mengaku belum bisa memperkirakan jumlah anak yang akan menjalani imunisasi ulang karena proses verifikasi masih berlangsung. “Verifikasi masih berlangsung,” ucapnya.
Dia juga menyatakan masih menunggu ada-tidaknya daftar baru rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menggunakan vaksin palsu. “Belum dibuka Bareskrim, masih diperiksa. Kita juga tidak boleh menyamaratakan, harus dilihat kasus per kasus," kata Alma.
Soal pencabutan izin fasilitas kesehatan pengguna vaksin palsu juga diakuinya belum bisa diputuskan karena masih menunggu hasil pengungkapan polisi atas kasus itu. “Kita tidak bisa mendahului pemeriksaan Bareksrim. Nanti dilihat kasusnya seperti apa,” ujar Alma.
Alma menuturkan kasus vaksin palsu tidak berpengaruh pada program imunisasi yang dijalankan pemerintah. “Alhamdulillah, justru masyarakat sekarang percaya imunisasi penting. Mereka masih banyak yang minta,” ucapnya.
Dia mengaku sempat khawatir kasus vaksin palsu dapat menyebabkan orang tua enggan memberikan imunisasi kepada anaknya. “Ini sudah setengah mati menyadarkan masyarakat bahwa tindakan preventif lebih penting daripada kuratif. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga,” tuturnya.
AHMAD FIKRI