TEMPO.CO, Bandung - Wilayah Purworejo dan sekitarnya di Jawa Tengah kembali diguncang gempa pada Senin, 18 Juli 2016, sekitar pukul 06.00 WIB. Berskala minor dengan magnitudo 3,6, gempa dari sesar daratan tersebut sebelumnya muncul dua kali pada 11 Juli 2016.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono lewat keterangan tertulis menyebutkan pusat gempa terletak di daratan pada koordinat 7,62 lintang selatan dan 109,92 bujur timur. Jaraknya sekitar 18 kilometer arah barat laut Kota Purworejo di kedalaman hiposenter 13 kilometer.
Berdasarkan hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) BMKG, dampak gempa bumi ini menimbulkan guncangan pada I skala intensitas gempa bumi BMKG atau II skala intensitas Modified Mercalli Intensity (MMI) di hampir seluruh wilayah Purworejo, Wonosobo, Magelang, dan Kebumen.
Meskipun dampak gempa tidak signifikan, peristiwa ini menarik untuk dikaji. Sebab, sebelumnya pada 11 Juli 2016, di tempat yang sama juga terjadi lindu dengan kekuatan magnitudo 3,5 dan M=2,9 skala Richter.
Secara tektonik, ucap Daryono, kondisi tektonik regional wilayah Jawa Tengah juga dikontrol dinamika tunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Jawa. Akibat tunjaman lempeng tersebut, terbentuklah struktur-struktur geologi regional berupa sesar aktif di wilayah daratan Jawa Tengah.
Struktur tersebut yang dapat diamati di antaranya pola Sesar Kebumen-Semarang-Jepara. Lajur seismotektonik sesar di zona ini umumnya berarah barat daya-timur laut.
Pada Peta Geologi Lembar Kebumen, di zona gempa yang lokasinya berada di sebelah utara Kutoarjo terdapat struktur lipatan dan sesar.
Struktur sesar yang ada di sebelah utara Kutoarjo ini dikenal sebagai Sesar Rebung. Jadi, dengan kedalaman hiposenter 10-6 kilometer, gempa yang kembali terjadi ini dipicu aktivitas sesar aktif.
Struktur sesar yang diduga aktif adalah Sesar Rebung, yang struktur sesarnya paralel dengan Sungai Rebung yang melintasi Desa Karang Tengah di selatan dan Kecamatan Bruno di utara. "Laju pergerakan sesarnya 7-9 cm per tahun," tutur Daryono kepada Tempo.
Dari hasil monitoring BMKG selama satu jam pascakejadian, tidak terjadi gempa susulan dan laporan kerusakan bangunan.
ANWAR SISWADI