TEMPO.CO, Bandung - Selain menurunkan berat badan AP, bocah 10 tahun berbobot 190 kilogram, ahli gizi di Rumah Sakit Umum Pusat dr Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, mengajarkan tentang pola diet khusus kepada orang tua. Hal itu agar orang tua AP melanjutkan program penurunan bobot anaknya ketika pulang ke rumah. “Sudah tiga kali pertemuan selama lima hari AP dirawat,” ujar anggota tim dokter, Novina Andriana, kepada Tempo di RSHS.
Sabtu pagi, 16 Juli 2016, AP pulang ke rumahnya di Kampung Pasir Pining, Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang. Kepulangannya lebih cepat dari rencana perawatan selama 20 hari. Alasan kepulangannya, menurut Ade Somantri, ayah AP, adalah anaknya ingin bersekolah pada Senin, 18 Juli 2016.
Baca Juga:
Sepulangnya dari rumah sakit, orang tua dan warga sekitar diharapkan memberikan dukungan kepada AP dalam penurunan berat badan si anak yang kini mulai berkurang. “Seperti mengurangi makanan-minuman bergula, juga jajanan, semua harus dukung,” ucapnya.
Ahli gizi mengajarkan tentang pola diet khusus kepada ibu AP, lengkap dengan takaran dan bahan penggantinya jika tidak ada di rumah. Diet itu utamanya minim karbohidrat dan glukosa atau gula. Nasi putih diganti dengan nasi merah. Selain itu, sayuran dan protein diperbanyak. “Orang tua diberi lembaran tabel makanannya seperti apa,” tutur dokter spesialis anak tersebut.
Bobot AP dengan obesitas sangat berat merupakan kasus pertama di RSHS. Biasanya, kasus obesitas anak seusia AP yang ditangani dokter RSHS kebanyakan berbobot 50-70 kilogram. “Bahaya obesitas itu memupuk gangguan kesehatan pada kemudian hari, seperti hipertensi, gangguan ginjal, mata, dari rambut sampai kaki. Itu seperti bom waktu,” ucap Novina.
Selama lima hari perawatan, rata-rata bobot AP berkurang 500 gram per hari. Ketua tim dokter khusus kasus obesitas anak tersebut, Julistio Djaiz, mengatakan penurunan bobot AP bakal memakan waktu berbulan-bulan. Adapun bobot ideal AP dengan tinggi 147 sentimeter adalah kurang dari 50 kilogram.
ANWAR SISWADI