TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, Marius Widjajarta, meminta satuan tugas penanganan vaksin palsu untuk menambah anggotanya yang berasal dari dokter farmakolog. "Karena dokter farmakolog yang mengetahui zat dan efek dari obat," kata dia dalam diskusi Polemik Sindotrijaya FM "Jalur Hitam Vaksin Palsu" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 16 Juli 2016.
Marius mengatakan, vaksin bukan hanya berbicara tentang anak. Sebab, ada juga vaksin untuk remaja dan orang dewasa.
Menurut Marius, farmakolog dapat menjelaskan kepada masyarakat zat-zat yang ada dalam vaksin palsu tersebut. "Jangan membuat kebingungan dan keresahan di masyarakat," ujarnya. Ia juga meminta satgas bersikap terbuka dalam memberi informasi kepada masyarakat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Agung Setya, mengatakan satgas ini dibentuk sejak 1 Juli 2016. Anggotanya antara lain Bareskrim Polri, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Anak Indonesia, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, mengatakan satgas bekerja di dua aspek, yakni investigasi oleh Bareskrim dan aspek kesehatan. Saat ini, satgas mengumpulkan data anak-anak yang diimunisasi di rumah sakit yang telah diumumkan tim satgas.
Data yang selesai terkumpul saat ini baru berasal dari Klinik Bidan Manogu Elly Novita, yakni sebanyak 197 anak pernah diimunisasi dengan vaksin palsu. Polisi menggerebek klinik itu pada 30 Juni lalu. Lokasinya berada di Jalan Centex Raya, Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Menurut Maura, data ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kesehatan. "Dicek apakah imunisasinya sudah tercapai. Kalau belum, diimunisasi ulang," kata Maura yang bergabung dalam diskusi lewat telepon. Ia mengatakan anak-anak akan diberi vaksin yang benar.
REZKI ALVIONITASARI