TEMPO.CO, Probolinggo - Meski Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi melarang masyarakat beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah, turis-turis tetap nekat mendekati kawah Bromo. "Saya sering melihat wisatawan ngeyel, terutama turis asing, karena mereka sudah datang jauh-jauh kemudian dilarang naik ke puncak," kata tokoh masyarakat Desa Ngadisari, Probolinggo, Supoyo, saat dihubungi Tempo, Kamis sore, 14 Juli 2016.
Supoyo mengatakan perilaku wisatawan Bromo sangat beragam. "Ada yang mau diatur dan banyak pula yang ngeyel ketika dilarang naik ke puncak kawah."
Status aktivitas Bromo hingga saat ini masih tetap di level waspada, kendati kawahnya terus menyemburkan abu disertai lontaran batu pijar. Menurut mantan kepala desa itu, pengelola taman nasional seharusnya bisa menertibkan wisatawan yang ngeyel dengan cara menghalau.
"Pengelola bisa bekerja sama dengan aparat lain," kata Supoyo, yang kini anggota DPRD Kabupaten Probolinggo. Para turis yang nekat naik ke kawah, kendati dilarang, sebenarnya juga sudah mengetahui risiko-risikonya. Supoyo mengatakan akan mendukung setiap kebijakan taman nasional terkait dengan kenyamanan dan keamanan pengunjung. Sejauh ini belum terjadi kecelakaan.
Meski aktivitas vulkanis meningkat, aktivitas warga dan industri pariwisata tidak terganggu. Bahkan, dalam waktu dekat, akan digelar perayaan Yadnya Kasada di Bromo. "Tidak ada penundaan jadwal," tuturnya.
Peningkatan aktivitas Bromo seperti saat ini sama dengan kejadian menjelang Kasada 2004. "Saat itu Kasada tetap dirayakan. Karena memang waktunya memperingati Kasada."
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa hari terakhir ini, Bromo kembali menyemburkan abu. Semburan abu yang mengarah ke Malang ini sempat menyebabkan Bandar Udara Abdulrachman Saleh ditutup. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru John Kennedy belum bisa dimintai konfirmasi mengenai banyaknya wisatawan yang tidak mematuhi rekomendasi PVMBG dengan tetap mendekati kawah Bromo.
DAVID PRIYASIDHARTA