TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal mengatakan pemerintah terus berkomunikasi dengan perusahaan Malaysia yang mempekerjakan awak kapal penangkap ikan LLD 113/5/F. "Hari ini salah satu pihak keluarga (diberangkatkan) ke Sabah untuk ketemu dengan pemilik kapal," ujar Iqbal saat ditemui di kompleks Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Juli 2016.
Tiga WNI asal Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, itu diculik kelompok Abu Sayyaf saat berlayar di perairan Lahad Datu, Sabah, 9 Juli lalu. Mereka adalah Theodorus Kopong, Emanuel Arkiang, dan Lorens Koten.
Pada prinsipnya, kata Iqbal, pemerintah Malaysia, termasuk perusahaan kapal yang bersangkutan, harus punya andil lebih dalam penyelesaian kasus ini. "Soal tanggung jawab, kami terus berkomunikasi dengan mereka (perusahaan) dan terus menge-push, memastikan mereka bertanggung jawab," tutur Iqbal.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pada Senin lalu, menyampaikan tiga WNI yang diculik itu punya izin kerja sah di Malaysia. Hal itu dikonfirmasi juga oleh Kepolisian Lahad Datu. Menurut dia, penyandera sudah menghubungi pemilik kapal di Lahad Datu melalui salah satu WNI yang disandera pada 10 Juli 2016.
Setelah memastikan kebenaran penyanderaan, Kemlu RI langsung berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur, Konsulat Tawau, KBRI Manila, dan Konsulat Davao untuk memantau perkembangan kasus tersebut.
Penyanderaan itu menambah daftar hitam pelayaran WNI di perairan internasional. Sebelumnya, pada 21 Juni 2016, terjadi perompakan di perairan Sulu, Filipina Selatan, terhadap kapal Charles 001 berbendera Indonesia. Saat itu, tujuh WNI disandera dua kelompok pada waktu yang berbeda.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meyakini semua kejadian itu dilakukan kelompok radikal yang sama, yaitu Abu Sayyaf. Pada Senin, 10 Juli 2016, dia mengatakan tiga WNI yang baru diculik di Lahad Datu sudah dibawa ke Filipina.
YOHANES PASKALIS