TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo tidak mempermasalahkan timbulnya arus urbanisasi ke Surabaya setelah Lebaran. Menurutnya urbanisasi pasca-Idul Fitri tahun ini tidak seramai lima tahun yang lalu.
"Masalah urbanisasi pasca-Lebaran itu sebaiknya ditanyakan sejak beberapa tahun lalu, tidak sekarang," ujar Soekarwo di Gedung Negara Grahadi, Rabu, 13 Juli 2016.
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, meski pendatang dari desa itu tanpa berbekal kemampuan tertentu, dia yakin mereka tetap akan terserap menjadi tenaga kerja. Biasanya pendatang yang tak punya kemampuan khusus itu akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Penduduk Surabaya maupun agen penyalur tenaga kerja, kata Karwo, masih kekurangan orang yang bersedia dipekerjakan sebagai pembantu. "Ukurannya itu, cari pekerja yang unskill saja susah. Di sektor lain juga pasti kesulitan cari pekerja," ujarnya.
Soekarwo juga berujar bahwa masih ada industri yang kekurangan tenaga kerja. Sebab banyak industri yang dibangun tapi tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Dia mencontohkan, ada sebuah industri tekstil yang membutuhkan tenaga kerja sekitar 10 ribu, namun hanya bisa mendapat sekitar seribu tenaga kerja. "Sama seperti pembantu, industri juga kesulitan cari tenaga kerja," ujarnya.
Soekarwo melihat arus pendatang dari desa tak hanya mengincar Surabaya, melainkan juga Sidoarjo. Musababnya, ujar dia, pertumbuhan industri di Sidoarjo juga pesat. "Mereka datang tujuannya bekerja di sektor industri," katanya.
Sikap Soekarwo tak seiring dengan pendapat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Sejak jauh hari Risma berpesan agar pemudik tak membawa sanak saudaranya saat balik ke Surabaya. Risma tak ingin Surabaya penuh sesak sehingga tak maksimal dalam memenuhi kebutuhan warga kotanya.
"Saya berharap masyarakat yang kembali tidak membawa saudaranya ke sini karena Surabaya tidak nyaman lagi kalau terlalu banyak penghuninya," tutur Risma.
EDWIN FAJERIAL