TEMPO.CO, Bojonegoro - Ratusan hektare tanaman tembakau di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mati akibat kemarau basah hingga masa panen kedua, Juli 2016. “Saat tembakau masih kecil, curah hujan tinggi sehingga tanaman terendam dan mati,” kata Mudakir, petani tembakau di Desa Sidodadi, Kecamatan Sukosewu, yang 2 hektare lahan tembakaunya rusak, kepada Tempo, Rabu, 13 Juli 2016. Jenis yang ditanam adalah virginia voor oogst dan tembakau grompol jati.
Agar tak merugi berkepanjangan, Kepala Desa Sidodadi itu menanami sawahnya dengan kedelai. “Karena curah hujan masih tinggi.” Juli ini, kata Mudakir, sebagian sawah di desanya belum panen. Padahal normalnya, Juli-Agustus ini sudah masuk panen ketiga.
Solihin, petani tembakau asal Desa Kalicilik, Sukosewu. Dia merugi belasan juta rupiah selama masa tanam. Lahan 25 hektare yang ditanami 400 ribu batang tembakau mati dan hanya tersisa 60 ribu batang. “Penyebabnya, hujan deras dan bibit tembakau terendam.”
Lahan 25 hektare yang ditanami tembakau adalah permintaan pabrik. Lokasinya berpencar-pencar di beberapa kecamatan di Bojonegoro. Seperti di Kecamatan Tambakrejo, Ngraho, Ngambon, Sukosewu, Kepohbaru, Sumberejo, dan sebagian di Kedungadem.
Kemarau basah ini mengancam target tanam tembakau seluas 7.000 hektare tahun ini. Padahal target tanam tembakau adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan industri rokok untuk Kabupaten Bojonegoro.
Dinas Perhutanan dan Perkebunan Bojonegoro menyatakan benih gratis dari pemerintah bisa untuk lahan seluas 7.000 hektare. Target itu sesuai dengan kebutuhan pabrikan tahun 2016. Namun, akibat curah hujan yang tinggi pada musim kemarau, tanaman tembakau hanya tersisa 4.000 hektare.
“Kami berupaya mencapai target,” kata Kepala Bidang Usaha Perkebunan Khoirul Insan. Namun ia tidak menjelaskan cara memenuhi target itu dalam musim yang tak menentu ini.
SUJATMIKO