TEMPO.CO, Kupang - Tiga warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disandera di Malaysia ternyata berasal dari Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur. Tiga warga NTT yang disandera itu ialah Theodorus Kopong, Emanuel Arkiang, dan Lorens Koten.
"Saya minta keluarga tetap tenang. Mereka sudah menerima kabar mengenai anggota keluarganya yang diculik tersebut," kata Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Selasa, 12 Juli 2016.
Penyanderaan itu terjadi pada 9 Juli 2016. Tiga WNI ini tengah berada di kapal penangkap ikan berbendera Malaysia di perairan Velda Sahabat, Lahad Datu, Malaysia. Sekitar pukul 23.30, kapal disergap speedboad yang ditumpangi lima pelaku bersenjata api. Dari tujuh anak buah kapal, tiga disandera, sementara empat lainnya dibebaskan. Penculik membawa tiga sandera tersebut ke perairan Tawi-tawi, Filipina Selatan.
Tiga warga yang disandera adalah Emanual Arakian Maran, 46 tahun, yang sesuai dengan KTP berasal dari Desa Lewohala, Kecamatan Ile Mandiri. Namun alamat dia yang sebenarnya adalah Desa Laton Liwo I, Kecamatan Tanjung Bunga.
Selanjutnya, Lorensius Lagadoni Koten, 34 tahun, asal Desa Laton Liwo I, Kecamatan Tanjung Bunga. Alamat di KTP tertulis Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura. Theodorus Kopong Koten, 46 tahun, juga berasal dari Desa Laton Liwo I, Kecamatan Tanjung Bunga. Namun alamat yang tertera di KTP adalah Desa Adobala, Kecamatan Kelubagolit.
Frans mengaku telah menggelar rapat dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah NTT, dan hasilnya telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo dengan tembusan ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. "Kami sudah bersurat ke Presiden," katanya.
Kecamatan Tanjung Bunga merupakan daerah terpencil paling timur di Pulau Flores. Daerah itu masih dianggap terisolasi. Jaringan telekomunikasi pun masuk ke kecamatan tersebut.
Sementara itu, Kepolisian Lahad Datu telah mengkonfirmasi penyanderaan ini. Ketiga ABK yang disandera adalah WNI yang punya izin kerja sah di Malaysia. Pada 10 Juli 2016, penyandera sudah menghubungi pemilik kapal di Lahad Datu melalui ABK yang disandera.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kementerian Luar Negeri berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur, Konsulat Tawau, KBRI Manila, dan Konsulat Davao untuk memantau perkembangan kasus itu. Konsulat Tawau kemudian mengirim staf teknis kepolisian untuk berkoordinasi.
YOHANES SEO