TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menelusuri dugaan adanya vaksin palsu di seluruh Indonesia. Ada 39 sampel jenis vaksin yang diambil. “Sampel yang kami ambil representatif,” kata Direktur Pengawasan Distribusi Obat BPOM Arustiono di Kementerian Kesehatan, Selasa, 12 Juli 2016.
Menurut Arustiono, dalam pengujian 39 jenis sampel, hanya ditemukan empat sampel yang terbukti vaksin palsu. Sampel-sampel yang terbukti palsu itu adalah vaksin yang hanya mengandung natrium klorida (NaCL) atau garam. Selain itu, ada vaksin yang di dalamnya hanya berupa antigen atau perangsang respons kekebalan tubuh.
Baca Juga: 12 Rumah Sakit di Sumatera dan Jawa Jadi Pelanggan Vaksin Palsu
Arustiono menambahkan, selain menemukan empat sampel yang merupakan vaksin palsu, pihaknya menemukan satu sampel yang diduga palsu karena label yang tidak sesuai. Ada vaksin berlabel difteri, pertusis, dan tetanus (DPT), tapi ternyata hanya berisi vaksin hepatitis B. Ketidaksesuaian pemberian label vaksin juga akan mempengaruhi harga jual vaksin tersebut.
Meski begitu, Arustiono memastikan dampak anak yang mendapat vaksin palsu tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan. “Intinya, anak tidak terlindungi oleh vaksinasi yang seharusnya.”
Simak Pula: Bareskrim Bekukan Aset Tersangka Vaksin Palsu
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan 39 sampel yang diuji berasal dari 37 titik fasilitas kesehatan. Sebanyak 37 fasilitas kesehatan tersebut tersebar di sembilan provinsi di Indonesia yang telah mengirimkan sampel vaksinnya kepada BPOM.
Agung menambahkan, sejauh ini sudah ada 18 anggota komplotan vaksin palsu yang ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya pasangan suami-istri yang menjadi pembuat vaksin palsu, P dan S. Ia memastikan satuan tugas penanggulangan vaksin palsu akan terus bekerja menelusuri lokasi-lokasi yang diduga terdapat vaksin palsu.
DANANG FIRMANTO