TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya secara resmi membuka akses bagi masyarakat untuk melintas ke Jembatan Suroboyo, tadi malam, Sabtu, 9 Juli 2016. Peresmian ditandai dengan pesta kembang api dan menyalakan air mancur pelangi menari yang terletak di dekat jembatan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, mengatakan belajar banyak saat proses membangun jembatan sepanjang 800 meter itu. Sebab, masyarakat pesisir yang mayoritas nelayan menawarkan tantangan tersendiri.
Sebagai alumnus jurusan Arsitektur dan Tata Kota, Risma belajar menerapkan psikologi perkotaan di kawasan Bulak dan Kenjeran. Nelayan dan petani, kata dia termasuk yang sangat sulit berubah dan beradaptasi dengan kota jasa. "Mungkin kalau tanahnya dibebaskan begitu saja, jadi murah. Tapi mereka nanti tidak bisa mengakses perekonomian."
Akhirnya, pemkot Surabaya memilih mengalah dan memutuskan membangun Jembatan Surabaya sebagai ikon tujuan investasi baru. Jembatan dihias air mancur menari, lalu dikembangkan menjadi kawasan wisata. "Kami ingin mengubah image kawasan Kenjeran yang selalu negatif," ujar dia.
Berkat upaya melestarikan kawasan kampung nelayan sekaligus pariwisata, Kota Surabaya mendapat penghargaan penyelamatan perikanan Indonesia dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Saat saya presentasikan (jembatan) ini ke Kementerian Pertanian juga Kementerian Perikanan, saya bilang tujuannya untuk melindungi nelayan. Eh dapat penghargaan, padahal saya nggak ikutkan lomba," tuturnya.
Jembatan itu dibangun untuk memecah kemacetan di jalur luar lingkar timur Surabaya. Apalagi, sebentar lagi Surabaya menjadi tuan rumah perhelatan PrepCom3 for UN Habitat III pada 25-27 Juli mendatang.
Risma berharap keberadaan Jembatan Suroboyo bisa membangkitkan ekonomi warga sekitar Bulak, Surabaya, yang berprofesi nelayan. Pihaknya berupaya merevitalisasi kampung nelayan dengan mengecatnya menjadi warna-warni, tanpa mengubah bangunan aslinya.
Rencananya, pemkot Surabaya akan menambah patung Surabaya di sekitar Jembatan Suroboyo. Ikon patung mbah Suro Boyo itu berukuran lebih besar dari dua patung Suro dan Boyo sebelumnya, yakni setinggi 25 meter untuk patung dan 30 meter dari tanah.
“Nanti juga ada cable car (kereta gantung) yang memanjang, dari Jembatan Suramadu menyusuri pantai, hingga ketemu Jembatan Surabaya dan Taman Surabaya,” kata Risma. Total, jembatan ini menghabiskan biaya dari APBD Kota Surabaya sekitar Rp 200 miliar.
ARTIKA RACHMI FARMITA