TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras dan mengutuk para pelaku bom bunuh diri yang terjadi di dalam maupun di luar negeri. Satu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah, masyarakat dikejutkan teror yang terjadi di Markas Polresta Surakarta, Jawa Tengah. Teror serupa juga mengguncang tiga lokasi sekaligus di Arab Saudi, yaitu Madinah, Qatif, dan Jeddah.
"Ini memprihatinkan, apalagi dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri, yang sangat penting bagi umat Islam,” ujar Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow lewat keterangan tertulis pada Selasa, 5 Juli 2016.
PGI pun menyatakan simpati dan duka bagi para korban. Selain itu, mereka meminta polisi segera mengungkap dan menindak tegas pelaku teror berikut jaringannya. "PGI mendukung penuh upaya kepolisian untuk menindaknya," ujar Jeirry.
Menurut dia, teror bom bunuh diri semakin marak, seolah tak ada hentinya. Jumlah kasusnya pun dianggap makin banyak, makin terencana, dan cakupannya makin meluas ke seluruh dunia."Yang paling memprihatinkan, teror ini selalu dilakukan di momen hari raya keagamaan."
PGI menilai, peristiwa yang terjadi di Surakarta dan Arab Saudi, Turki, Paris dan tempat lain saling berkaitan. Kelompok radikal ISIS kabarnya sudah menyatakan diri bertanggung jawab terhadap teror-teror tersebut. "PGI melihat perlu ada sinergi antarlembaga untuk melawan pelaku teror," kata Jeirry.
Perang terhadap terorisme, kata dia, harus dilakukan bersama-sama, tidak saja oleh pemerintah, tapi juga lembaga agama dan semua unsur masyarakat."PGI melihat terorisme harus ditangani lintas negara."
PGI mendorong pemerintah Indonesia menginisiasi percakapan internasional soal strategi bersama seluruh dunia untuk melawan terorisme. "Masyarakat pun jangan pernah kalah oleh terorisme, bahkan harus melawannya," tuturnya.
Lewat rilis tersebut, PGI juga mengucapkan Selamat Idul Fitri 1437 Hijriah kepada seluruh umat Islam di Indonesia. "Kami berharap, Idul Fitri kali ini bisa menjadi momentum bagi seluruh umat beragama semakin meneguhkan kerukunan dan toleransi."
YOHANES PASKALIS