TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengimbau masyarakat untuk melindungi anak-anak dari trauma akibat peristiwa bom bunuh diri di Kepolisian Resor Kota Surakarta, Jawa Tengah.
“Kepada masyarakat, tahan diri untuk tak menyebarluaskan dan memperlihatkan foto vulgar tentang kejadian di Surakarta,” kata Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak LPAI Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Juli 2016.
Reza mengatakan kejadian di Surakarta bukan persoalan yang mudah dipahami anak-anak. Foto tentang bom tersebut, menurut Reza, mengandung kekejian dan dapat memantik trauma maupun menumpulkan kepekaan emosional pada anak-anak.
Reza juga menghimbau agar masyarakat tak mengucilkan serta melabeli anak dan keluarga pelaku bom bunuh diri dengan berbagai stigma buruk. “Dalam banyak aksi teror, anak-anak kerap tidak tahu-menahu kelakuan orangtua mereka,” kata dia.
Menurut Reza, anak akan terguncang begitu mengetahui bahwa orangtua mereka terlibat dalam aksi kekerasan. Hal itu berpotensi menumbuhkan rasa terluka dan sakit hati berkepanjangan pada diri anak.
“Sebaliknya, berikan kehangatan kepada anak-anak pelaku agar tetap subur pondasi kasih sayang dan kepedulian pada sesama di dalam hati mereka,” kata Reza. Ia mengatakan pondasi psikologis semacam itu bermanfaat bagi proses tumbuh kembang anak secara lebih optimal ke depannya.
Menurut Reza, jika anak bertanya mengenai kejadian tersebut, orang tua diharapkan mampu menjelaskan secara bijak sesuai tingkat kematangan dan kecerdasan anak-anak.
“Kewaspadaan adalah penting,” kata Reza. Ia menyarankan orangtua untuk menghindari penggunaan perbendaharaan kata yang kurang patut disimak anak-anak.
Reza menyarankan orangtua untuk menekankan nilai patriotik personel polisi, perjuangan hidup untuk meraih cita-cita, kebenaran akan mengalahkan kejahatan, dan agama sebagai sumber kedamaian.
VINDRY FLORENTIN