TEMPO.CO, Jakarta - Dwi Nur Ratnaningsih, perempuan 24 tahun, baru saja sampai di rumahnya di Kampung Gremet, Jalan Srigunting, Kelurahan Manahan, Solo. Tak lama setelah dia menyapa ibu dan kedua saudaranya, dia kaget ketika ada dentuman keras dari arah Stadion Manahan.
Dwi mengabaikan dentuman itu. Dia dan ibunya serta masyarakat Kampung Gremet, pun mengabaikannya karena menduga itu hanya ledakan kompor dari rumah di kampung lain. “Tapi seperti petasan, bunyinya lebih besar dari petasan,” kata Dwi, yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta, kepada Tempo, di Jakarta, Selasa, 5 Juli 2016.
Kampungnya tetap lengang beberapa saat. Namun kemudian kelengangan itu berganti dengan kepanikan ketika Siti Murdiyanti, tetangga dari Kampung Kadipiro, datang memberi kabar kepada penduduk. Sekitar pukul 08.00, dia mengecek siaran berita di televisi. “Baru sadar bunyi tadi suara bom, setelah melihat televisi,” kata Dwi. Kampungnya sempat panik, ada yang malah ingin melihat ke lokasi kejadian.
Rumah Dwi di Kampung Gremet jaraknya sekitar 500 meter dari Markas Polresta Surakarta. Dwi baru saja tiba di Bandara Adi Sumarmo, Solo, untuk merayakan Idul Fitri di kampung halamannya. Namun, kejadian itu membuatnya waswas.
Rasa khawatir itu bertambah karena warga terbiasa menjadikan Jalan Adi Sucipto, tepat di depan Mapolresta Surakarta, sebagai tempat salat Id. “Jadi waswas, tadinya punya rencana pergi-pergi, sepertinya harus ditahan dulu,” kata dia. Meski kini, di sekitar lokasi itu sudah berangsur normal.
Kejadian itu diawali datangnya seorang pengendara sepeda motor jenis matic hijau bernomor polisi AD-6136-HW, yang menerobos masuk Markas Polresta. Anggota kepolisian, Brigadir Bambang Adi, staf di Sentra Pelayanan Kepolisian. Namun bom meledak dan pembawa bom tewas seketika.
Saat ini, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kapolri untuk mengejar dan menangkap jaringan pelaku serangan itu. Selebihnya Jokowi meminta masyarakat di Solo dan juga daerah lain agar tetap tenang.
ARKHELAUS WISNU