TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan resmi menerbitkan izin edar obat Sofosbuvir versi generik. Sofosbuvir merupakan obat bagi pasien Hepatitis C.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Bahdar J. Hakim, meneken surat persetujuan itu pada 1 Juli 2016.
Direktur Eksekutif Indonesia Aids Coalition (IAC), Aditya Wardhana, menyebut terbitnya izin edar Sofosbuvir generik adalah kemenangan besar bagi tiga juta pasien Hepatitis C di Indonesia. “Obat ini sudah dinantikan oleh pasien,” ujarnya lewat keterangan tertulis kepada Tempo, Senin, 4 Juli 2016.
IAC bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat membentuk perkumpulan yang dinamai Koalisi Obat Murah. Kelompok ini memperjuangkan akses pasien, khususnya penderita penyakit kronis dan langka, mendapatkan obat murah namun berkualitas.
Aditya menjelaskan Sofosbuvir sebernarnya diproduksi oleh perusahaan farmasi di Amerika Serikat. Versi paten obat ini dijual US$ 1000 alias Rp 13 juta per butir.
Baca Juga:
Dengan masa pengobatan standar selama tiga bulan, pasien perlu 84-90 butir yang setara dengan US$ 84 ribu atau Rp 1,1 miliar.
Adapun versi generik obat ini diproduksi tujuh perusahaan farmasi di India. Harganya sekitar US$ 5 per butir yang artinya butuh US$ 700 untuk masa pengobatan pasien Hepatitis C.
Menurut Aditya, Sofosbuvir adalah obat penting bagi penderita Hepatitis C. Sebab, tingkat kesembuhan obat ini mencapai 99 persen. “Tak bisa lagi pasien Hepatitis C meninggal hanya karena tak mampu mengakses obat,” ia berujar.
Selanjutnya, IAC dan Koalisi Obat Murah mendesak Menteri Kesehatan Nila Moeloek agar memasukkan Sofosbuvir versi generik ini ke dalam daftar Jaminan Kesehatan Nasional. “Agar semua rakyat Indonesia, khususnya pasien, bisa mengakses obat yang menyelamatkn nyawa ini,” Aditya menjelaskan.
RAYMUNDUS RIKANG