TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti tak bersedia membeberkan kepada awak media soal nama-nama rumah sakit dan puskesmas yang menggunakan vaksin palsu. Badrodin mengatakan kepolisian hanya akan memberikan daftar tersebut kepada Kementerian Kesehatan secara tertutup.
"Kepala Bareskrim akan menyampaikannya secara tertutup. Ini belum bisa disampaikan ke publik," kata Badrodin seusai apel gelar pasukan dalam rangka pengamanan Lebaran di Markas Polda Metro Jaya, Kamis, 30 Juni 2016.
Baca Juga:
Bareskrim Polri baru saja membongkar peredaran vaksin palsu di beberapa provinsi. Polisi pun sudah menetapkan 17 orang tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu ini. Para tersangka terdiri atas pemilik apotek dan toko obat, kurir, produsen vaksin palsu, serta pencetak label.
Para tersangka menjalankan bisnis secara terpisah, di antaranya di Bekasi, Bintaro, Tangerang Selatan, dan Subang, Jawa Barat. Semua tersangka sudah ditahan, kecuali dua orang karena masih di bawah umur. Keduanya diduga bertugas sebagai kurir.
Badrodin melanjutkan, para pelaku akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Kalau maksimal di situ, hukuman 15 tahun, ya kami terapkan 15 tahun," ujarnya.
Setelah kasus ini terungkap, pemerintah diminta menarik vaksin palsu dari rumah sakit dan puskesmas. Badrodin mengatakan polisi tidak bisa sembarangan menarik vaksin di rumah sakit. Sebab, perlu dicek terlebih dulu kandungan vaksin itu. "Hari ini ada Menteri Kesehatan yang akan berkoordinasi dengan Kabareskrim. Intinya, bagaimana cara mencegah vaksin palsu selanjutnya," ucap Badrodin.
INGE KLARA SAFITRI