TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Infrastruktur DPR, Budi Supriyanto, mengira uang hasil suap proyek jalan di Maluku merupakan modal untuk menggarap proyek sampingan pengerukan jalan tol di Solo, Jawa Tengah.
Sebagai anggota dewan, ia mengaku diajak terdakwa kasus suap proyek jalan di Maluku, Damayanti Wisnu Putranti, mencari lahan untuk diambil tanahnya. Tanah itu digunakan untuk mengeruk 25 hektare lahan. Nilainya mencapai Rp 9 miliar.
"Dia berjanji akan membantu memberikan modal," kata Budi yang bersaksi atas terdakwa Damayanti terkait dengan kasus suap proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Juni 2016.
Hakim Ketua Sumpeno mempertanyakan status Budi selain menjadi anggota DPR. "Anda punya perusahaan selain jadi anggota DPR?" Budi menjawab dia hanya bekerja sebagai anggota dewan. Namun dia mengaku sedang melakukan pekerjaan sambilan.
Budi menerima Rp 3 miliar sebagai bagian dari suap proyek tersebut dari staf Damayanti, Julia Prasetyarini alias Uwi, 11 Januari 2016, di rumah makan soto Kudus, Tebet, Jakarta Selatan, pukul 17.30 WIB. Saat itu, uang dibungkus dengan amplop. "Dia bilang, 'Mas Budi, ini dari Bu Damayanti. Tapi disuruh bilang dari Pak Amran, orang PU (Kementerian Pekerjaan Umum)'," kata Budi, menirukan ucapan Uwi.
Saat menerima uang Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura, Budi hanya mengetahui itu uang proyek. Dua hari setelah menerimanya, Budi berjumpa dengan Damayanti dan sempat di Komisi V DPR. Namun dia belum sempat meminta penjelasan soal duit yang diterima karena saat itu sedang rapat.
Beberapa hari setelah uang diterima, ia mengaku akan bertemu dengan Damayanti dan Julia Prasetyarini alias Uwi, serta Dessy A. Edwin, untuk meminta penjelasan perihal uang itu. "Rencananya mau klarifikasi berempat. Namun malamnya Mbak Damayanti ditangkap KPK," katanya.
Belakangan, setelah Damayanti dan staf ahlinya dicokok petugas KPK, Budi menyadari uang yang diterimanya itu merupakan bagian dari suap. Dia pun berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Sebelum menyerahkan uang pemberian itu ke KPK, untuk pertama kalinya, Budi membuka amplop yang dibungkus kantong plastik hijau dengan tulisan Century (nama toko obat).
FRISKI RIANA