TEMPO.CO, Jakarta – Terpidana seumur hidup kasus bom Bali pertama, Ali Imron, mengaku bertaubat dan tidak mengajukan banding atas hukuman yang diberikan kepadanya. Sikapnya ini diambil sebagai bentuk penyesalan. “Apa yang saya lakukan untuk menghormati para korban,” katanya di Masjid Al Fataa, Menteng, Jakarta, Selasa malam, 28 Juni 2016.
Ali mengatakan telah menerima sepenuhnya vonis seumur hidup yang dijatuhkan pengadilan. Sejak 2002 hingga sekarang, ia telah bertaubat dan sadar akan kesalahan yang dilakukan. Ia berpesan kepada murid-muridnya agar tidak ada yang terlibat dalam perkara pengeboman.
Kesempatan taubat itu dilakukan salah satunya dengan berceramah mensosialisasikan bahaya radikalisme dan terorisme. Ia mengatakan misi utama para teroris adalah mendirikan negara Islam. Namun ia kini mengecam tindakan-tindakan radikal yang dilakukan teroris.
Ali saat ini lebih banyak menulis di situs pribadinya, www.aliimron.com, perihal paham radikalisme yang membahayakan Indonesia. Dari situlah ia mengajak masyarakat untuk memahami terorisme sehingga dapat merangkul mereka untuk bersama-sama memerangi segala bentuk terorisme dan radikalisme.
Ali menceritakan ketika bom Bali pertama pada 2002, ia sebenarnya tidak sependapat dengan kakak tertuanya, Muklas. Saat itu Muklas menjadi petinggi di jaringan Jamaah Islamiyah. Sebagai adik, Ali hanya mengikuti Muklas dalam Jamaah Islamiyah. Namun, dia sudah beberapa kali mengingatkan sang kakak agar membatalkan rencana pengeboman di Bali. “Tapi (dia) enggak mau, saya ikut atau enggak, mesti bom itu meledak,” kata Ali.
Ali saat ini menghabiskan sisa umurnya dengan berceramah agar radikalisme tidak masuk pada masyarakat. Apa yang dilakukan saat ini, kata dia, tidak ada hubungannya dengan grasi. Meski begitu, ia tetap mengharapkan grasi kepada presiden agar hukumannya berkurang. “Harapan saya, grasi saya diterima, tapi kalau ditolak kembali tidak apa-apa, saya enggak marah,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO