TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyambut baik pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Selasa, 28 Juni 2016. Bambang pun menegaskan, undang-undang tersebut hanya mengampuni pidana pajak.
"Undang-undang ini tidak mengampuni pidana selain pidana pajak. Data tax amnesty juga tidak bisa dipakai untuk mengusut pidana lain. Sebab, pajak itu tidak pernah mengusut asal usul aset," kata Bambang saat ditemui seusai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Bambang memprediksi penerimaan dari pengampunan pajak akan lebih banyak berasal dari deklarasi para wajib pajak. "Karena banyak perusahaan warga negara Indonesia di luar negeri yang tidak mungkin dijual atau dipindah. Jadi mereka harus deklarasi," ujarnya.
Melalui UU Tax Amnesty, modal yang berada di luar negeri dapat ditarik ke dalam negeri. Hal itu, kata Bambang, dapat menumbuhkan perekonomian dan meningkatkan penerimaan pajak. "UU Tax Amnesty juga dapat menjadi momentum reformasi perpajakan dan perluasan data perpajakan," tuturnya.
Saat ini, menurut Bambang, pemerintah tengah mempersiapkan revisi undang-undang perpajakan lain yang merupakan fondasi dari sistem perpajakan. "Saat ini, kami juga akan menyusun aturan pelaksanaan UU Tax Amnesty. Aturannya berbentuk Peraturan Menteri Keuangan, sesegera mungkin kami susun," katanya.
Bambang menepis adanya kemungkinan bubble dalam sistem keuangan Indonesia. "Bisa diaturlah. Kan masuknya tidak akan pada saat yang sama," ucapnya. Bambang pun mengatakan pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi apabila target penerimaan dari tax amnesty tak tercapai.
Setelah UU Tax Amnesty diketok hari ini, Bambang mengatakan, undang-undang tersebut akan berlaku pada Juli 2016. "Efektifnya sesudah Lebaran. Sosialisasinya dimulai besok," ujarnya. Dalam undang-undang tersebut, penerapan tax amnesty akan berlaku pada 1 Juli 2016-31 Maret 2017.
ANGELINA ANJAR SAWITRI