TEMPO.CO, London - Mobil Sapu Angin milik tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya terbakar saat tiba di London, Selasa, 28 Juni 2016. Mobil karya mahasiswa itu sedianya direncanakan berlaga dalam Driver's World Championship (DWC) di Olympic Stadion, London, pada 30 Juni-3 Juli 2016.
Kejadian bermula saat tim ITS memeriksa kedatangan mobil yang berada dalam peti kemas di arena lomba. Peti kemas yang memuat mobil itu tampak terbakar. "Saat peti kemas akan diturunkan dari truk pengangkut, kami melihat asap mengepul. Kami curiga ada sesuatu yang tidak beres," ujar dosen pembimbing Witantyo, melalui siaran pers yang diterima Tempo.
Witantyo masih mencari penyebab terbakarnya mobil Sapu Angin. Ia menduga mobil telah terbakar sejak masih berada di dalam peti kemas.
Ketujuh mahasiswanya pun merasa sangat terpukul atas kejadian tersebut. Menurut Witantyo, mereka tak menduga musibah ini bisa menimpa mereka. "Kami masih menyemangati tim yang belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Yang jelas, kami sudah tidak bisa lagi turun di arena lomba," tuturnya.
Witantyo mengucapkan permohonan maaf kepada semua pihak yang telah mendukung timnya, termasuk masyarakat Indonesia. "Ini ujian terberat bagi kami di arena lomba ini," katanya.
Dihubungi terpisah, Rektor ITS Joni Hermana juga turut menyampaikan permohonan maaf tersebut. Ia meminta tim bersabar dan tetap bersemangat serta bersyukur. "Sesungguhnya segala sesuatu yang berasal dari Allah akan kembali kepada-Nya. Selalu ada hikmah di balik suatu kejadian," ujarnya.
Driver's World Championship tahun ini merupakan yang pertama kali sejak 30 tahun diselenggarakannya Shell Eco-Marathon. Tim Sapu Angin ITS menjadi satu dari tiga wakil asal Indonesia karena menjadi juara pertama pada kompetisi Shell Eco-Marathon Challenge Asia 2016 di Filipina, Maret lalu.
Pesertanya ialah juara dari tiga benua, yakni Asia, Eropa, dan Amerika. Lomba tidak hanya mengacu pada konsumsi penggunaan bahan bakar yang irit, tapi juga kecepatan. Asia diwakili lima tim, masing-masing tiga dari Indonesia (ITS, Universitas Indonesia, dan Universitas Pendidikan Indonesia) serta lainnya dari Singapura dan Filipina.
ARTIKA RACHMI FARMITA