TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan kapal tongkang asal Indonesia bermuatan batu bara yang disandera kelompok separatis Filipina melanggar peraturan moratorium. Peraturan tersebut berisi tentang larangan terhadap kapal asal Indonesia yang berangkat ke Filipina.
"Latar belakangnya, kapal yang berangkat ke sana sudah melanggar moratorium," kata Gatot di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Senin, 27 Juni 2016.
Selain itu, kata Gatot, pemerintah telah menunjukkan rute yang aman ke Filipina. Perjalanan menuju Filipina diikuti pengamanan. Namun, ujar Gatot, kapal mencoba memotong rute saat kembali ke Indonesia. Hasilnya, kapal itu dirompak.
Saat ini, pemerintah Indonesia dan Filipina sedang menyusun formulasi menyelesaikan penyanderaan kali kedua yang menimpa kapal bermuatan batu bara itu. Sebab, 96 persen pasokan batu bara Filipina berasal dari Indonesia.
"Kalau ada pengamanan kami kirim, kalau tidak, ya tidak kami kirim. Ada tentara dan rute khusus yang diamankan atau dikawal pemerintah Filipina. Intinya bagaimana kapal Indonesia bisa aman," tutur Gatot.
Gatot memastikan, pemerintah terus membahas penyelesaian permasalahan bersama pemerintah Filipina.
Sebelumnya, tim yang diduga anggota kelompok Abu Sayyaf, Rabu, 22 Juni 2016, dikabarkan menyandera tujuh warga negara Indonesia. Mereka adalah anak buah kapal tarik Charles milik PT Rusianto Bersaudara dari Samarinda, Kalimantan Timur. Sebelumnya, penyanderaan juga terjadi pada April 2016.
Langkah moratorium diberlakukan pasca-insiden penyanderaan pertama pada April 2016. Pada Jumat pekan lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, pemerintah Indonesia akan melanjutkan moratorium pengiriman batu bara ke Filipina bagian selatan. Moratorium dilakukan sampai ada jaminan keamanan dari pemerintah Filipina berkaitan dengan aktivitas pengiriman batu bara ke negara itu.
ARKHELAUS W.
Baca berita lain:
Setelah DOTS, Ini Film Terbaru Song Joong-ki
Pembuat Vaksin Palsu Hampir Jual Rumahnya Rp 6 Miliar