TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan motif utama penyandera menahan kapal bermuatan batu bara asal Indonesia murni karena uang. Penyandera, kata Gatot, meminta uang tebusan sebesar 200 juta peso atau setara Rp 60-65 miliar.
"Saat ini kami sudah mengetahui lokasi keempat sandera," kata Gatot di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin 27 Juni 2016. Menurut dia, sandera itu disekap di Pulau Joko, Kepulauan Sulu, Filipina.
Dari tujuh sandera, Gatot menjelaskan, penyandera membawa mereka ke dua tempat terpisah. Belum diketahui lokasi tempat penyanderaan kedua.
Selain itu, Gatot menduga ada dua pelaku penyanderaan. Salah satunya kelompok Al Habsyi. "Satu lagi belum diketahui dan masih kami cek terus keberadaannya," ujar dia.
Gatot mengatakan pemerintah terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina untuk mencari solusi atas insiden tersebut. Saat ini, kata dia, komunikasi masih berlanjut ke tingkat Menteri Luar Negeri kedua negara. Setelah itu, pembicaraan akan berlanjut ke tingkat Menteri Pertahanan dan Panglima Tentara kedua negara.
Sebelumnya, pada Rabu, 22 Juni 2016, kelompok yang diduga sebagai Abu Sayyaf dikabarkan menyandera tujuh warga negara Indonesia. Mereka adalah anak buah kapal tarik Charles milik PT Rusianto Bersaudara dari Samarinda, Kalimantan Timur. Ini adalah peristiwa penyanderaan kedua setelah insiden sebelumnya pada April 2016.
Kapal Charles dengan 13 ABK berlayar membawa batu bara menuju Filipina Selatan pada awal Juni 2016. Sesuai dengan jadwal, kapal itu seharusnya kembali ke Samarinda hari ini, atau Sabtu, 25 Juni. Namun, dalam perjalanannya, terjadi penyanderaan terhadap tujuh ABK. Enam ABK lainnya berhasil melarikan diri.
ARKHELAUS W.