TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan belum mencabut larangan pelayaran kapal ke Filipina yang berlaku sejak 24 Juni lalu. Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Tonny Budiono, mengatakan larangan itu tetap berlaku meskipun enam anak buah kapal TB Charles yang disandera di Filipina telah dibebaskan dan kembali ke Indonesia.
Menutur Tonny, Kementerian Perhubungan akan menghapus izin itu jika pemerintah sudah menyatakan pelayaran menuju Filipina sudah aman. "Sampai saat ini kan belum," kata dia ketika dihubungi, Minggu, 26 Juni 2016.
Untuk itu, Kementrian Perhubungan tidak bisa mengeluarkan surat persetujuan berlayar dari Filipina. Tonny tidak merinci jumlah kapal yang berlayar menuju Filipina. Namun, kata dia, banyak kapal dari Pelabuhan Samarinda, Pontiakan, Balikpapan yang berlayar ke Filipina dengan muatan batu bara.
Peristiwa penyanderaan ini terjadi pada 20 Juni 2016 di Laut Jolo Tawi-Tawi, Filipina Selatan. Saat itu, ada dua kapal, yakni Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152 yang disandera. Dua kapal itu membawa 13 anak buah kapal. Penyanderaan ini merupakan kasus yang ketiga.
Enam dari 13 anak buah kapal itu sudah dibebaskan. Mereka adalah Andi Wahyu (mualim), Syahril (masinis IV), Albertus Temu (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi), dan Agung E Saputra (juru masak) dan sudah tiba di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, Kalimantan Timur pada Sabtu lalu.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan saat tiba di Indonesia, keenam sandera itu dalam kondisi sehat. "Tujuh orang lainnya masih disandera," katanya. Retno menegaskan, Indonesia tatap melakukan moratorium pelayaran ke Filipina. "Sampai otoritas Filipina dapat memberikan jaminan ke amanan," katanya.
HUSSEIN ABRI YUSUF