TEMPO.CO, Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menetapkan rob yang menggenangi Kota Semarang sebagai darurat bencana. Keputusan Ganjar itu diambil setelah mendatangi lokasi rob, Sabtu kemarin. "Ini statusnya sudah bencana. Jadi bisa menggunakan kondisi kebencanaan," katanya.
Menurut Ganjar, penetapan status darurat bencana memudahkan anggaran penanganan lebih maksimal karena bantuan pompa dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat belum cukup. “Rob ini perlu tindakan luar biasa," ujarnya.
Dengan penetapan status darurat bencana itu, penanganan rob bisa lebih cepat, apalagi kawasan terkena rob merupakan fasilitas publik berupa jalur nasional yang digunakan untuk jalur angkutan Lebaran. “Agar pemudik bisa lancar melintasi Kota Semarang,” ucapnya.
Pada Sabtu petang, 25 Juni 2016, Ganjar mengunjungi kawasan rob Kota Semarang di Kaligawe dan Terboyo. Ia mengajak sejumlah pejabat, seperti Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral (PSDA-ESDM) serta Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana. Selain menetapkan darurat bencana, Gubernur Ganjar saat itu menggelar rapat darurat di lokasi darurat di bawah jembatan jalan tol Kaligawe.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan percepatan penanganan yang dilakukan adalah membeli atau menyewa pompa tambahan. Hal itu untuk mengimbangi 10 pompa dan ribuan tanggul karung yang dikirim pemerintah pusat yang belum mencukupi. "Percepatan penanganan rob bisa sewa pompa atau beli. Targetnya H-7, kalau sekarang ruas jalan belum kering," tuturnya.
Ancaman rob di Kota Semarang itu sudah diperingatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Maritim, yang memperkirakan rob akan kembali terjadi pada 23-30 Juni. “Kami perkirakan pasang-surut mencapai 1 meter karena antara 23 dan 30 Juni pengaruh gravitasi bumi, bulan, dan matahari sangat kuat,” kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Maritim Semarang Retno Widyaningsih.
Menurut dia, 13-30 Juni merupakan puncak bulan purnama yang biasanya menimbulkan air laut pasang pada sore hingga malam hari. “Ini fenomena alam yang tak bisa dikendalikan, hanya bisa diantisipasi di daratan. Sirkulasi pengaruh bumi bulan dan matahari itu sudah alamiah,” tuturnya.
EDI FAISOL