TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa daerahnya bebas dari peredaran vaksin palsu. "Saya sudah mengecek langsung ke puskesmas-puskesmas bersama petugas Dinas Kesehatan Purwakarta, hasilnya clear," kata Dedi kepada Tempo, Ahad, 26 Juni 2016.
Dedi mengatakan tidak mau kecolongan atas beredarnya vaksin palsu seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat. "Sebab, jika kecolongan, risikonya nyawa pemakai," ujarnya.
Meski menyatakan aman, Dedi meminta warga Purwakarta lebih waspada atas peredaran vaksin palsu tersebut, baik ketika membeli di apotek, Puskesmas, ataupun rumah sakit. "Minta jaminan dulu kepada apoteker atau dokternya," tuturnya.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta Deni Darmawan mengatakan, sejak awal, Dinas sudah berupaya mengontrol ketat kemungkinan vaksin palsu beredar. "Sistem jaringan kontrol kami sudah terkoneksi dengan semua produsen obat-obatan yang memiliki kualifikasi yang sangat baik," Deni memberikan alasan.
Peredaran vaksin yang diduga palsu terungkap ketika tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menangkap sepuluh tersangka pemalsu dan pengedar di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat beberapa waktu lalu. (Baca: Kapolri Menduga Vaksin Palsu Menyebar ke Seluruh Daerah)
Dari hasil pemeriksaan sementara, komplotan pengedar vaksin bodong tersebut mengaku sudah memproduksinya sejak 2003. Mereka meracik dengan bahan cairan infus dicampur vaksin tetanus. "Dikemas mirip dengan yang asli lalu didistribusikan," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya di Jakarta, Kamis, 23 Juni.
Menurut Agung, pelaku membuat satu paket vaksin palsu dengan biaya Rp 150 ribu dan dijual Rp 250 ribu. Padahal, dia menjelaskan, harga vaksin asli Rp 800-900 ribu per paket.
Baca: BIN Sebut Vaksin Palsu Belum Jadi Ancaman Nasional
NANANG SUTISNA