TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi membenarkan kabar penyanderaan berbendera Indonesia tugboat (TB) Charles 001 dan kapal tongkang (TK) Robby 152 di Laut Sulu, Filipina Selatan. Pada 23 Juni 2016, Retno mendapat konfirmasi ihwal penyanderaan tersebut.
“Setelah berkomunikasi dengan sejumlah pihak di Indonesia dan Filipina, pada 23 Juni 2016 sore kami mendapat konfirmasi," kata Retno melalui keterangan resminya di Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.
Retno menyatakan penyanderaan yang terjadi di Laut Sulu terbagi atas dua tahap. Penyanderaan terjadi pada 20 Juni 2016 pukul 11.30 dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
Saat penyanderaan, kapal membawa 13 orang anak buah kapal warga negara Indonesia. Penyandera menahan 7 ABK dan melepaskan 6 ABK lainnya. “Saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal TB Charles 001/TK Robby 152 menuju Samarinda,” kata Retno.
Pemerintah Indonesia, Retno menegaskan, mengecam penyanderaan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina selatan. “Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi,” kata Retno.
Pemerintah, menurut Retno, akan melakukan berbagai cara untuk membebaskan para sandera. "Keselamatan ketujuh WNI merupakan prioritas," kata dia. Selain itu, ia meminta pemerintah Filipina memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi kawasan sekitar.
Kabar penyanderaan berawal dari Dian Megawati Ahmad, istri salah satu ABK kapal Charles bernama Ismail. Dia mengaku sempat ditelepon suaminya yang meminta agar pesan penyanderaan itu disampaikan ke perusahaan kapal. Salah satunya menyampaikan tuntutan tebusan hingga 20 juta ringgit.
Kapal Charles berbendera Indonesia itu berlayar ke Filipina pada awal Juni 2016 dengan misi membawa batu bara. Di atas kapal terdapat 13 awak. Kapal itu dijadwalkan kembali ke Samarinda pada Jumat atau Sabtu besok.
ARKHELAUS W. | YOHANES PASKALIS