TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku mendapat informasi yang berbeda-beda terkait dengan penyanderaan anak buah kapal TB Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 di Laut Sulu, Filipina selatan, sebelum dipastikan hari ini. Hal itu menanggapi kementerian dan TNI yang memberi keterangan saling bertentangan tentang penyanderaan tersebut.
"Mula-mula diinformasikan ada sandera, lalu dikatakan lagi belum ada info detail. Sebenarnya lebih ke tidak akurat dibanding berbeda-beda, ya," ujar Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jumat, 24 Juni 2016.
Kabar penyanderaan itu pertama kali beredar pada Senin, 20 Juni 2016, sekitar pukul 13.00. Saat itu kabar yang beredar hanya menyebutkan telah terjadi penyanderaan terhadap tujuh ABK di perairan Filipina oleh jaringan yang diduga kuat merupakan bagian dari kelompok teroris Abu Sayyaf.
Setelah kabar itu beredar, tak satu pun bisa memberi konfirmasi pasti. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan kala itu menuturkan informasi tersebut masih didalami. Malam harinya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo secara tegas menyatakan kabar penyanderaan itu bohong. Keesokan harinya, keluarga ABK mengatakan sebaliknya.
Kepastian baru didapat pada Kamis, 23 Juni 2016, setelah tiga hari penuh kesimpangsiuran. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berujar, kepastian penyanderaan didapat setelah berkomunikasi dengan sejumlah pihak di Indonesia dan Filipina. Adapun keterlibatan jaringan Abu Sayyaf belum bisa dipastikan.
Kalla memaklumi perihal keterangan penyanderaan yang berbeda-beda tersebut. Menurut dia, di daerah sulit seperti perairan Filipina, informasi yang akurat memang susah didapat. Hal yang penting saat ini adalah kepastian penyanderaan sudah ada dan penyelamatan bisa dilakukan.
"Saya belum dapat kabar lagi. Saya belum dilapori perkembangannya. Kementerian Luar Negeri dan TNI pasti tengah berusaha menangani hal itu," ucapnya.
ISTMAN M.P.