TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia mengecam keras penyanderaan tujuh warga negara Indonesia oleh kelompok radikal di Filipina Selatan.
"Pemerintah mengecam keras terulangnya penyanderaan WNI. Kejadian ketiga ini tak dapat ditoleransi," kata Retno setelah menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.
Menurut Retno, pemerintah Indonesia sedang menguatkan komunikasi dengan pemerintah Filipina. "Kami akan verifikasi dulu apakah kejadian ini dilakukan kelompok Abu Sayyaf atau tidak," ujarnya.
Retno mengatakan saat ini banyak informasi yang beredar dan tak menutup kemungkinan munculnya informasi yang menyesatkan. "Jadi kami intensifkan komunikasi dengan Manila. Kami buka semua jalur komunikasi," tutur Retno.
Sebelumnya, Retno menjelaskan tiga langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia. Tiga langkah itu merupakan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Retno, langkah pertama, pemerintah Indonesia akan menghidupkan kembali crisis center yang pernah bekerja dalam kasus penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf sebelumnya. "Ada tim yang akan segera bergerak sebagai upaya pelepasan sandera seperti beberapa waktu lalu," ucapnya.
Langkah kedua, pemerintah Indonesia sedang memperkuat komunikasi dengan pemerintah Filipina. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi yang detail mengenai penyanderaan tujuh WNI tersebut. "Sudah ada informasi soal lokasi dan pihak penyandera, tapi masih butuh verifikasi," kata Retno.
Adapun langkah ketiga, pemerintah Indonesia akan melanjutkan moratorium pengiriman batu bara ke Filipina Selatan. Moratorium dilakukan sampai ada jaminan keamanan dari pemerintah Filipina berkaitan dengan aktivitas pengiriman batu bara ke negara itu. "Lebih dari 90 persen kebutuhan batu bara Filipina Selatan bergantung pada ekspor dari Indonesia," ujarnya.
Kelompok yang diduga sebagai Abu Sayyaf, Rabu, 22 Juni 2016, dikabarkan menyandera tujuh warga negara Indonesia. Mereka adalah anak buah kapal tarik Charles milik PT Rusianto Bersaudara dari Samarinda, Kalimantan Timur.
Kapal Charles dengan 13 ABK berlayar membawa batu bara menuju Filipina Selatan pada awal Juni 2016. Sesuai jadwal, kapal itu seharusnya kembali ke Samarinda hari ini, atau Sabtu, 25 Juni. Namun, dalam perjalanannya, terjadi penyanderaan terhadap tujuh ABK. Sedangkan enam lainnya melarikan diri dengan kapal.
YOHANES PASKALIS