TEMPO.CO, Surabaya - Istri Salim Kancil, Tijah, mengaku kecewa atas putusan hakim yang menghukum Kepala Desa Haryono 20 tahun penjara. Dia mengatakan akan menuntut Presiden Joko Widodo agar para terdakwa dihukum mati. Pernyataan itu dia sampaikan kepada para wartawan seusai sidang vonis pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, 23 Juni 2016.
“Saya akan tuntut Pak Jokowi, minta tuntutan hukuman mati semuanya,” ujar Tijah dengan suara serak.
Luka mendalam masih dirasakan Tijah atas kematian suaminya itu. Dia masih ingat bagaimana suaminya dikeroyok di balai desa sampai mati, kemudian diseret dan diarak para terdakwa ke makam tidak jauh dari situ. Hukuman 20 tahun penjara itu bagi Tijah tidak setimpal dengan apa yang sudah dialami suaminya. “Enak aja itu hidup, suami saya mati,” kata Ibu Tijah dengan mata berkaca-kaca.
Tijah yakin pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan yang matang. Dia ingat, beberapa bulan sebelum peristiwa itu terjadi, tepatnya pada bulan puasa, beberapa warga pendukung tambang sudah mengancam akan membunuh Salim Kancil.
Tosan, yang juga menjadi korban penganiayaan warga pendukung tambang, sependapat dengan Tijah agar para terdakwa dihukum mati. Tindakan warga penolak tambang itu, kata Tosan, tidak manusiawi. “Seharusnya dihukum mati,” tutur Tosan.
Kejadian ini bermula pada 15 September 2015, Haryono dan Madasir kembali membuka penambangan pasir yang selama ini ilegal di kawasan pertambangan asir Pantai Wati Pecak, Desa Selok Awar-Awar. Tosan lalu mengajak Salim Kancil menggelar unjuk rasa menolak pembukaan tambang tersebut. Unjuk rasa yang akan dilakukan pada 26 September itu berujung pada pembunuhan Salim dan penganiayaan terhadap Tosan. Salim tewas seketika, sedangkan Tosan luka berat.
Kepala Desa Haryono dianggap sebagai aktor intelektual dalam kasus ini. Selain divonis 20 tahun penjara, dia juga didenda Rp 1 miliar karena tindak pidana pencucian uang dan penambangan ilegal.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH