TEMPO.CO, Jakarta - Calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Tito Karnavian, mengatakan akan fokus pada reformasi kultural di dalam instansi Polri. Menurut dia, selama 18 tahun reformasi Polri belum maksimal sehingga berdampak rendahnya kepercayaan publik.
"Reformasi ini akan fokus mengatasi budaya korupsi, hedonis, dan konsumtif," kata Tito dalam uji kelayakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016. Selain itu, dia mengaku akan mengubah perilaku anggota Polri saat berhadapan dengan masyarakat.
Menurut Tito, reformasi kultural Polri harus diperhatikan dari sektor anggaran. Tito mengatakan proporsi anggaran saat ini menunjukkan Polri bukan institusi yang baik, yakni 62 persen dihabiskan untuk belanja pegawai, 28 persen belanja operasional, dan 10 persen belanja modal. "Terlihat banyak uang habis untuk gaji," tuturnya.
Untuk menekan belanja pegawai, Tito mengaku akan menerapkan prinsip pengetatan rekrutmen, yaitu hanya akan mengganti anggota yang sudah pensiun. Nantinya, dia menegaskan tidak akan ada rekrutmen berdasarkan rasio. "Seperti dulu, rekrutmen 50 ribu orang," ujarnya.
Menurut Tito, pola rekrutmen berdasarkan rasio berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Sebab, 50 ribu orang itu tidak diberi rumah dan belanja operasional. Perumahan bagi anggota Polri saat ini baru mencukupi sekitar 14 persen. "Banyak yang sewa, ujungnya cari sampingan yang koruptif," katanya.
Melihat hal itu, Tito berharap tunjangan kinerja Polri bisa dinaikkan hingga 100 persen pada 2019. Selain itu, belanja operasional juga harus naik secara bertahap menjadi 40-45 persen. Bila itu dipenuhi, Tito mengaku yakin tidak ada lagi kasus anggota Polri yang menjadi pemulung.
AHMAD FAIZ