TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Jenderal Tito Karnavian menolak pembentukan dewan khusus untuk mengawasi kinerja Detasemen Khusus Antiteror 88. Menurut Tito, mekanisme pengawasan saat ini lewat Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, dan media sudah mencukupi.
Tapi Tito setuju Densus 88 diawasi dengan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. "Tinggal mengintensifkannya," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016. Bila ia menjadi Kepala Kepolisian RI, Tito berjanji akan memerintahkan Propam memeriksa anggota Densus bila ada terduga teroris yang meninggal.
Selain itu, Tito mengaku akan menjalin kerja sama dengan instansi lain, seperti Komisi Nasional Hak dan Asasi Manusia serta Badan Nasional Penanggulangan Teroris untuk membuat program bagi petugas agar memahami konsep hak asasi manusia.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri bersama Komisi Hukum DPR, Tito dicecar seputar rekam jejaknya menangani terorisme. Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai NasDem, Taufiqulhadi, mengkritisi upaya Polri yang tak kunjung menangkap teroris Santoso. "Apa Polri masih butuh TNI?" ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengkritisi pendekatan yang dilakukan Polri selama ini saat menangani terorisme. "Pendekatan saat ini tidak mengedepankan law enforcement," tuturnya.
AHMAD FAIZ
BACA JUGA
Lima Eks Teman Ahok Ternyata Dipecat karena Curang
Dituduh Difasilitasi Ormas, Eks Teman Ahok: Kami Patungan