TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan tetap berkukuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penyimpangan pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Sikap ini disampaikan BPK seusai menggelar pertemuan dengan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung BPK, siang ini, Senin, 20 Juni 2016.
Komisioner BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, mengatakan kesimpulan lembaganya tidak berubah soal hasil audit pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut, meski pihaknya telah bertemu dengan KPK. Eddy mengatakan penyimpangan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta tetap sempurna, bukan tidak berlaku. “Mungkin besok penyimpangan akan lebih sempurna,” katanya.
Kesimpulan BPK ini berbeda dengan temuan KPK. Selasa pekan lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya menyimpulkan tidak ada indikasi korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras. “Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam pembelian Sumber Waras," kata Agus Rahadjo saat rapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 14 Juni 2016.
Eddy menegaskan, penyimpangan Pemprov DKI Jakarta atas pembelian lahan RS Sumber Waras tetap sempurna, meski belum ditemukan ada tindak pidana di dalamnya. Ia mengatakan tidak ada kesepakatan yang membuat penyimpangan tersebut menjadi tidak sempurna.
Pertemuan antara BPK dan KPK menghasilkan lima kesimpulan. Salah satunya, telah terjadi penyimpangan dalam proses pembelian lahan RS Sumber Waras. BPK berpijak pada Pasal 23-e ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, BPK meminta Pemprov DKI Jakarta menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 yang telah diterbitkan BPK.
Kasus ini bermula saat BPK menyatakan proses pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras senilai Rp 800 miliar pada APBD Perubahan 2014 tidak sesuai dengan prosedur. Pemprov DKI Jakarta dianggap membeli lahan dengan harga lebih mahal dari seharusnya. Hal itu mengakibatkan negara rugi Rp 191 miliar.
Dugaan korupsi pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras oleh pemerintah DKI ini mulai diselidiki KPK pada 20 Agustus 2015. Kasus tersebut pertama kali mencuat dari hasil audit BPK DKI Jakarta atas laporan keuangan pemerintah DKI Jakarta pada 2014.
Lalu, BPK melakukan audit ulang atas permintaan KPK. Hasil audit investigasi itu diserahkan kepada KPK pada 7 Desember 2015. Dalam audit tersebut, BPK kembali menyimpulkan, prosedur pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras menyalahi aturan. Menurut BPK, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal sehingga merugikan keuangan daerah Rp 191 miliar atau 25 persen dari nilai yang dibayarkan.
BAGUS PRASETIYO