TEMPO.CO, Bandung - Tim ahli, peneliti, dan akademisi, telah memasang perangkat alat pemantau longsor di beberapa daerah di Jawa Barat. Namun, tim gabungan tersebut belum berani membunyikan alarm longsor bagi penduduk karena kajian parameternya belum selesai.
“Faktor penyebab longsor cukup banyak dan rumit,” kata Muhammad Miftahul Munir, anggota tim pembuat Landslide Early Warning System (LEWS).
Menurut Miftahul, pergerakan tanah bisa diakibatkan sejumlah faktor. Kondisi tanah, air tanah, curah hujan, air hujan yang terserap, atau kecuraman lereng yang berkontribusi menyebabkan tanah longsor. Dari beragam faktor longsor tersebut, tim dari program studi Fisika dan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, bekerja sama membuat instrumentasi pemantau longsor.
Didanai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),LEWS sudah terpasang di Desa Sukarasa, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Juga di Desa Gunung Anten, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, serta di Kecamatan Talegong Kabupaten Garut.
Tim dari Fisika ITB, menurut Miftahul, juga membuat alat simulasi longsor di kampus skala kecil untuk mendapatkan beberapa pengukuran yang diperlukan.
Selain itu, tim LIPI Bandung, menurut koordinator Adrin Tohari, memasang alat pemantauan gerakan tanah bernama Wireless Sensor Network For Landslide Monitoring (Wiseland).
Sistem yang berbasis jaringan sensor nirkabel itu dipasang April hingga Mei 2016 di Kampung Sidamukti dan Babakan Salam, di Desa dan Kecamatan Pangalengan.
"Berawal dari adanya laporan retakan dan rekahan tanah di lereng dekat pemukiman warga tersebut," kata koordinator tim Adrin di kantornya.
Meskipun begitu, bagian sistem peringatan dini berupa alarm longsor belum dapat mereka aktifkan. Menurut Adrin, mereka harus mendapatkan dan mengkaji dulu parameter sejumlah faktor penyebab longsor. Misalnya angka intensitas curah hujan atau durasi hujan berapa lama yang berpotensi membuat tanah bergerak.
“Tinggi kenaikan air muka tanah sampai berapa yang berbahaya, kejenuhan tanah oleh air,” ujar Adrin.
Data masing-masing faktor penyebab longsor itu nantinya perlu dipadukan lagi untuk menghasilkan keputusan alarm berbunyi. Sementara ini, daerah kerawanan longsor sudah terpetakan dan bisa dideteksi dari adanya rekahan tanah di lereng atau dataran tinggi.
Sebelumnya diberitakan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan agar warga waspada terhadap potensi curah hujan yang tinggi selama tiga hari ke depan.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yunus S. Swarinoto, Sabtu, 18 Juni 2016, menyebutkan potensi itu disebabkan oleh hangatnya suhu muka laut di atas normal di perairan Indonesia bagian barat.
Selain itu, masuknya aliran massa udara basah dari Samudra Hindia di perairan kontinen Indonesia juga turut mempengaruhi curah hujan tersebut. Beberapa daerah yang diperkirakan akan diguyur hujan lebat, terutama di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Sejumlah wilayah rawan banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang.
ANWAR SISWADI