TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyiapkan Tim Reaksi Cepat yang akan digerakkan dalam waktu kurang dari 24 jam. "Tujuannya untuk memperkuat BPBD yang wilayahnya terkena bencana. Tentu kami melihat dampak dan skala bencana yang ada," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas, BNPB, Sabtu, 18 Juni 2016.
Langkah itu dilakukan setelah muncul peringatan dini yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia selama tiga hari ke depan.
Menurut Sutopo, pihaknya telah meneruskan peringatan dini itu kepada seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang berpotensi banjir, longsor, puting beliung, dan gelombang pasang.
BNPB menginstruksikan BPBD agar dapat mengkoordinir potensi yang ada di daerahnya masing-masing sehingga bisa meningkatkan kesiapsiagaan dan memberitahukan kepada masyarakat. Selain itu, BNPB juga meminta agar logistik dan peralatan keselamatan bencana yang dimiliki BPBD dapat digunakan untuk penanganan darurat.
Sutopo mengatakan cuaca dan musim, khususnya di Indonesia, sudah semakin tidak menentu dan sulit diprediksi. Curah hujan dengan intensitas tinggi makin sering terjadi, sehingga banjir, longsor dan puting beliung makin meningkat.
Saat ini, kata Sutopo, sebagian besar wilayah Indonesia seharusnya memasuki awal musim kemarau. Pertengahan bulan Juni umumnya sudah kemarau. "Namun saat ini, hujan berintensitas tinggi masih sering turun," katanya.
Menurut Sutopo, salah satu penyebab cuaca dan iklim yang tidak menentu di Indonesia adalah adanya fenomena La Nina. Diperkirakan serangan La Nina baru terdeteksi pada Juli hingga September 2016, sehingga berimbas pada meningkatnya hujan selama musim kemarau.
Pada musim kemarau tahun ini, akan menjadi musim kemarau basah, artinya selama musim kemarau curah hujan masih sering terjadi. Badai ini, kata Sutopo, akan membawa dampak positif dan negatif dari fenomena La Nina tesebut.
Adapun dampak positifnya, La Nina dapat menekan risiko kekeringan dan kebakaran hutan. Selain itu, akan ada peningkatan produktivitas pertanian, seperti padi, jagung, dan palawija. "Hal ini terjadi karena pasokan air tetap tersedia," kata Sutopo.
Selain itu, produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air tidak akan bermasalah mengingat debit sungai dan hujan masih cukup memasok waduk, danau, dan bendungan.
La Nina dapat berpotensi banjir, longsor, dan puting beliung akan tetap tinggi selama kemarau. "Pertanian khususnya tembakau dan bawang merah akan terdampak akibat hujan selama musim kemarau," ujar Sutopo.
LARISSA HUDA