TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin mengatakan untuk menyelesaikan masalah larangan rapat kerja bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno harus dicabut kembali oleh panitia khusus kasus Pelindo. "Yang bisa cabut AKD (Alat Kelengkapan Dewan) dan rapat paripurna," kata Ade di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
Menurut Ade, surat tersebut larangan yang diterbitkan pada akhir tahun lalu itu keluar atas rekomendasi pansus yang mengirimkan ke pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang saat itu menjabat sebagai pelaksana tugas ketua hanya meneruskannya kepada Presiden Joko Widodo.
Akibat surat tersebut, rapat kerja antara Komisi BUMN DPR dan pemerintah yang membahas masalah APBN-P 2016 dan RAPBN 2017 tidak dihadiri oleh Menteri Rini Soemarno. Presiden lantas mengirim Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro untuk menggantikan Rini.
Anggota Komisi BUMN dari fraksi Demokrat Melani Leimena Suharni mengatakan, larangan tersebut menghambat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga BUMN 2017.
Fadli Zon menuturkan dirinya harus meneruskan surat larangan tersebut karena diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). "Presiden sendiri sudah memutus Menteri Keuangan untuk membicarakan terkait anggaran," katanya.
Larangan Dewan rapat bersama Rini Soemarno berlaku sejak Rapat Paripurna DPR menerima rekomendasi Pansus Angket Pelindo II pada Desember 2015. Salah satu poin rekomendasinya adalah meminta Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Presiden kemudian mengirim Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akan hadir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada Kamis, 16 Juni 2016. Pansus Pelindo II menganggap Menteri Rini bersama Direktur Utama Pelindo II RJ. Lino terbukti melanggar konstitusi dan perundang-undangan. RJ Lino telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Temuan DPR yang dikenal dengan "Papa Mama Jual Pelabuhan" pada Desember 2015 lalu menilai Menteri Rini telah dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan.
Di antaranya temuan DPR dianggap menyimpang adalah pengadaan barang dan jasa; perpanjangan pengelolaan PT JICT antara Pelindo II dengan HPH; tata kelola perusahaan PT Pelindo II, termasuk persoalan pelangaran hukum dan ketenagakerjaan; program pembangunan dan pembiayaan terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II.
AHMAD FAIZ