TEMPO.CO, Bengkulu - Salah seorang korban penembakan dalam unjuk rasa menolak tambang batubara PT Citra Buana Seraya pada Sabtu pekan lalu, Martadinata, berada dalam kondisi kritis. Dia dirawat di ruangan Intensive Coronary Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus Kota Bengkulu.
Menurut kuasa hukumnya, Raden Adnan, Martadinata mengalami kerusakan usus besar dan usus kecil sehingga terpaksa dikeluarkan sebanyak 3 ons. Tidak hanya itu, ginjalnya pun mengalami luka cukup serius akibat tergores peluru. “Hingga kini kondisinya masih kritis,” kata Raden Adnan, Kamis, 16 Juni 2016.
Baca Juga:
Raden berujar dalam mengamankan aksi unjuk rasa itu polisi tidak memenuhi produser tetap (protap) Kapolri No 1/X/2010. Karena, menurutnya, dalam menerapkan tugas dan perlindungan terhadap warga masyarakat, setiap polisi harus memperhatikan asas legalitas, asas nesesitas, asas proporsionalitas serta asas akuntabilitas.
“Polisi diduga telah berbuat bukan untuk kepentingan umum atau masyarakat, melainkan untuk kepentingan perusahaan. Hal ini bertentangan dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Pasal 18 ayat (2)," ujarnya.
Apalagi kata Raden, berdasarkan informasi yang berkembang, keberpihakan itu kuat dugaan karena salah satu pemegang saham PT Cipta Buana Seraya, Erwan Eriadi alias Edi Ramli, masih berhubungan keluarga dengan Bupati Bengkulu Tengah, Ferry Ramli.
Namun Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigadir Jenderal M. Ghufron membantah anak buahnya menggunakan peluru tajam saat mengamankan konflik warga dengan PT Cipta Buana Seraya di Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Sabtu pekan lalu itu.
Menurut Ghufron, aparat yang bertugas saat itu melakukan pengamanan sesuai dengan prosedur tetap penanganan unjuk rasa. “Kami hanya menggunakan peluru karet dan gas air mata,” katanya.
Ghufron menambahkan saat terjadi konflik, aparat hanya berusaha menahan dan menghalau warga yang memaksa masuk ke kantor perusahaan PT Cipta Buana Seraya. Karena dalam situasi anarkistis dan tingkatan tertentu, apa yang dilakukan anak buahnya di lapangan telah sesuai SOP.
“Sejauh yang dilapor Kapolres dan pejabat Polda ini sudah sesuai. Namun demikian tentu akan dipastikan, Bidang Profesi dan Pengamanan yang memeriksa,” tutur Ghufron.
Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu, Antony D.S., mengatakan sudah mengeluarkan surat penghentian sementara aktivitas pertambangan batubara bawah tanah itu. “Sesuai arahan Gubernur, kita sudah mengeluarkan surat penghentian sementara kegiatan pertambangan PT Cipta Buana Seraya,” katanya.
Dia meminta PT Cipta Buana Sejahtera mensosialisasikan penghentian itu kepada masyarakat sekitar tambang agar mendapatkan informasi yang cukup. “Jika kondisinya sudah kondusif, aktivitas tambang bisa dilanjutkan,” katanya.
PT Cipta Buana mendapatkan Izin Usaha Pertambangan di dua kecamatan dengan luas wilayah 2.600 hektare. Hingga saat ini perusahaan itu baru melakukan eksplorasi pada area seluas 4 hektare. Namun aktivitas pertambangan itu ditolak warga 12 desa di Merigi Kelindang dan Merigi Sakti.
Penolakan ini berakhir rusuh, saat warga yang melakukan demonstrasi di depan kantor PT Cipta Buana Sejahtera Sabtu pekan lalu. Kerusuhan mengakibatkan sembilan warga mengalami luka tembak.
PHESI ESTER JULIKAWATI