TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Almuzzammil Yusuf mendesak Kementerian Dalam Negeri mengumumkan kepada masyarakat peraturan daerah yang dibatalkan pemerintah. "Pemerintah harus transparan karena pemda, DPRD, dan masyarakat ingin mengetahui perda mana saja yang telah dibatalkan," kata Almuzammil dalam siaran persnya, Kamis, 16 Juni 2016.
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, masyarakat juga ingin mengetahui argumentasi dan hasil kajian yang sudah dilakukan Kemendagri terkait dengan pembatalan 3.143 perda. Ia mengatakan pemda dan DPRD juga perlu mengetahui perda yang dibatalkan karena dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut mereka hanya memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan kepada pemerintah pusat.
Selain itu, Muzammil menambahkan, informasi perda yang dibatalkan perlu segera diketahui dan direspons pemda. Sebab, jika perda yang dibatalkan tersebut tetap diberlakukan, maka, menurut Pasal 252, akan diberikan sanksi penundaan evaluasi rancangan perda dan sanksi administratif berupa tidak dibayarkan selama tiga bulan hak-hak keuangan bagi kepala daerah dan DPRD terkait.
“Sanksi berat lainnya adalah penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi daerah bersangkutan. Jadi pemda dan DPRD terkait sangat berkepentingan dan memiliki hak untuk mengetahui lebih awal perda yang dibatalkan," katanya.
Menurut Muzzammil, pemerintah seharusnya tidak semena-mena dalam pencabutan perda. Sebab untuk melihat kualitas perda, kata dia, tidak boleh hanya menyalahkan pemerintah daerah dan DPRD, tapi perlu juga mengevaluasi kerja Kemenkumham yang memiliki tugas pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang fasilitasi perancangan perda. "Jadi perlu ada evaluasi ke dalam apakah semua kementerian sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing," katanya.
AMIRULLAH