TEMPO.CO, Yogyakarta - Ekspor furnitur Daerah Istimewa Yogyakarta turun karena belum stabilnya perdagangan global.
Nilai ekspor barang asal DIY yang dikirim melalui sejumlah pelabuhan di Indonesia pada April lalu sebesar US$ 26,07 juta atau turun 3,36 persen dibanding Maret 2016. Pada Januari-Maret 2016, nilai ekspor turun 2,27 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kepala Badan Pusat Statistik DIY Bambang Kristianto menyatakan ekspor furnitur turun dalam jumlah banyak karena suku bunga di Amerika Serikat turun. Furnitur DIY kebanyakan diekspor ke Amerika Serikat dan Cina. “Perdagangan global lesu,” kata Bambang, Kamis, 16 Juni 2016.
Selain furnitur, komoditas yang mengalami penurunan ekspor adalah kayu sebesar 13,4 persen, barang rajutan 40,7 persen, dan bulu unggas 28,5 persen. Menurut Bambang, penurunan ekspor ke Amerika Serikat sebesar 7,5 persen, Jepang 29,4 persen, dan Inggris 37,2 persen.
Sedangkan komoditas ekspor yang turun pada Januari-April 2016 adalah perabot penerangan sebesar 28,1 persen dan produk dari kulit 17,7 persen. Untuk plastik dan produk dari kayu permintaan ekspor turun 5,5 persen. Distribusi nilai ekspor, ucap Bambang, paling banyak ke Amerika Serikat.
Barang-barang itu diekspor melalui pelabuhan muat Tanjung Emas, Semarang; Tanjung Priok, Jakarta; Tanjung Perak, Surabaya; Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang; Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta; Bandara Adisutjipto, Yogyakarta; dan Bandara Juanda, Sidoarjo.
Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia DIY Heru Prasetyo menuturkan nilai ekspor kuartal pertama turun. Pembeli pada periode itu belum melakukan transaksi baru. Biasanya, mereka melakukan transaksi baru seusai April. Namun, pada Juni ini, transaksi ekspor mulai membaik. Di DIY, 80 persen pengusaha furnitur memenuhi pasar ekspor. Sisanya memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Asosiasi itu memprediksi akan terjadi kenaikan ekspor sebesar 15-20 persen. Orang-orang Amerika Serikat kebanyakan menyenangi desain baru meja dan kursi untuk kebutuhan musim panas. “Ekspor furnitur pada September nanti akan lebih baik karena kebutuhan akan barang meningkat menjelang Natal,” kata Prasetyo.
SHINTA MAHARANI