TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, legawa menerima putusan majelis hakim yang memvonisnya hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.
"Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya," kata dia usai pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016. "Saya menerima apapun keputusan hakim."
Nazaruddin juga menyatakan pihaknya tidak akan mengajukan banding terhadap putusan ini. "Saya tidak ada niatan untuk banding maupun memprotes," katanya.
Selain ikhlas, Nazaruddin juga bersedia membantu lembaga antirasuah untuk membongkar semua kasus korupsi. Menurut dia, masih banyak kasus korupsi yang belum terbongkar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Elza Syarief, kuasa hukum Nazaruddin, menyatakan kliennya sudah insaf. Oleh sebab itu, ia meminta agar Nazaruddin mendapatkan apresiasi. "Dia paling lemah dan paling kecil, makanya dimanfaatkan orang banyak," kata Elza. "Tapi dia sudah insaf."
Sementara itu, jaksa penuntut umum mengatakan akan mempertimbangkan untuk banding terkait dengan putusan hakim yang lebih ringan dari tuntutan. "Kami punya tenggat waktu jadi akan kami pertimbangkan," kata ketua jaksa penuntut umum dari KPK Kresno Anto Wibowo.
Sebelumnya, jaksa menuntut Nazaruddin dijatuhi hukuman penjara 7 tahun dan denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara atas perbuatan suap dan pencucian uang. Selain itu, jaksa juga menuntut harta milik Nazaruddin sekitar Rp 600 miliar dirampas untuk negara.
Namun, hakim memutuskan untuk menjatuhi Nazaruddin hukuman penjara 6 tahun denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun. Sementara aset yang dirampas untuk negara sebesar Rp 600 miliar dikurangi 5 aset dan 1 jam tangan warisan ayah Nazaruddin.
Nazaruddin terbukti bersalah menerima hadiah dari PT Nindya Karya berupa uang tunai sekitar Rp 17 miliar dan dari PT Duta Graha Indah (DGI) berupa 19 lembar cek yang seluruhnya bernilai sekitar Rp 23 miliar.
Ia juga terbukti mencuci duit hasil suap tersebut. Nazaruddin mencuci uang haram itu dengan mengalihkan hartanya sejak Oktober 2010 hingga 15 Desember 2014 dengan nilai Rp 500 miliar. Selain itu, Nazar terbukti melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta kekayaannya sebesar Rp 80 miliar pada 15 September 2009 hingga 22 Oktober 2010.
MAYA AYU PUSPITASARI