TEMPO.CO, Jakarta - Nama Tito Karnavian menjadi salah satu kuda hitam calon pengganti Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Nama jenderal lainnya adalah Komisaris Jenderal Dwi Priyatno, Komisaris Jenderal Syafruddin, dan Komisaris Jenderal Tito Karnavian. "Peluang mereka cukup kuat," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane kepada Tempo 6 Juni 2016 lalu.
Baca juga:
Prancis, Jerman atau…: Ini Rahasia Penentu Juara Euro 2016
Euro, Copa, Dominasi Eropa
Tito Karnavian Semopat Bercita-Cita Jadi Dokter dan Diplomat
Nama ketiganya disebut-sebut disandingkan dengan calon kuat lain seperti Wakapolri Budi Gunawan dan Kepala BNN Budi Waseso. Namun Presiden Joko Widodo akhirnya menjatuhkan pilihan pada Tito, Rabu, 15 Juni 2016.
Sejak lulus Akademi Kepolisian pada 1987, garis tangan Tito Karnavian seperti sudah ditentukan, yakni sebagai pemburu buronan. Seperti pada 7 November 2005, Tito, yang masih menjabat Kapolres Serang, dihubungi oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara agar bersiap-siap ke Poso, Sulawesi Tengah.
Pukul 02.30 dinihari, Tito langsung berangkat menuju Bandara Soekarno-Hatta. Padahal ia baru kelar terlibat operasi pelacakan gembong teroris Doktor Azahari, yang berperan dalam peledakan Bom Bali II. Oleh Makbul, Tito diminta membantu pelacakan pelaku mutilasi tiga orang siswa di Poso.
Jauh sebelumnya, ketika masih menjadi Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya, suami Tri Suswati itu sudah memimpin pencarian buron kasus Badan Urusan Logistik (Bulog), Soewondo. Tim yang hanya beranggotakan empat orang itu, pada Oktober 2000 menciduk Soewondo yang telah menjadi buron selama 5 bulan.
Selanjutnya: Tito kembali diminta...