TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemotongan anggaran kementerian tidak bisa dihindari. Di tengah penurunan penerimaan negara, pemangkasan anggaran adalah langkah realistis yang diambil pemerintah.
"APBN itu terdiri atas penerimaan dan pengeluaran, yang dipangkas kan pengeluaran karena penerimaannya berkurang. Jadi mau tidak mau harus begitu. Tidak ada jalan lain," kata Kalla, Selasa, 14 Juni 2016, di kantor Wakil Presiden, Jakarta.
Pernyataan Kalla itu merespons pernyataan sejumlah anggota DPR yang menolak pemotongan anggaran, misalnya anggaran di Kementerian Pendidikan yang akan dipotong Rp 6,5 triliun dalam APBN-P 2016. "Kalau ada pengurangan anggaran, pemerintah harus selektif terhadap pemotongan itu. Jangan semua kementerian dan lembaga dikurangi dengan besaran potongan yang sama," kata anggota Komisi X Bidang Pendidikan DPR, Jefirstson Riwu Kore, Minggu, 12 Juni 2016.
Dwita Gunadi, anggota lain, mengungkapkan hal yang sama. "DPR belum menyetujui usulan pemotongan anggaran yang diajukan Kemendikbud sebesar Rp 6,5 triliun. Komisi X DPR merekomendasikan maksimal anggaran yang dikurangi hanya Rp 3 triliun," ucapnya.
Kalla mengatakan penurunan penerimaan membuat pemotongan anggaran kementerian tidak bisa ditawar lagi. Ini untuk menjaga defisit anggaran tidak melebihi 3 persen sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Kecuali kalau DPR setuju kita punya defisit 4-5 persen. Pasti melanggar lagi undang-undang kan? Karena itu, pemerintah tetap memotong. Memangnya mau bagaimana, duit dari mana?" ujarnya.
Terkait dengan usulan agar penurunan anggaran Kementerian Pendidikan dari Rp 6,5 triliun menjadi Rp 3 triliun saja, Kalla menghargainya sebagai sebuah usulan. Tapi dia meyakini situasi sulit yang dihadapi pemerintah dipahami anggota DPR. "Saya yakin teman-teman DPR memahami situasi. Jangan lupa, yang dimaksud pengeluaran, pemasukan dulu baru pengeluaran. Bukan sebaliknya," katanya.
Kalla juga menyebutkan pemangkasan anggaran akan berdampak pengurangan subsidi BBM dan listrik. "Namanya keadaan seperti ini, ya, subsidi BBM harus dikurangi, listrik dikurangi," ujarnya. Tapi pengurangan itu, dia melanjutkan, sesuai dengan aturan yang dibuat antara pemerintah dan DPR tentang ketentuan defisit maksimal 3 persen.
AMIRULLAH | ANGELINA ANJAR SAWITRI