TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembentukan lembaga intelijen pertahanan belum diperlukan dalam kondisi saat ini. "Saya yakin pemerintah tidak akan banyak membentuk lembaga dewasa ini," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 14 Juni 2016.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengusulkan membentuk badan intelijen pertahanan. Dia menganggap pembentukan badan telik sandi di internal kementeriannya cukup penting untuk merumuskan kebijakan di bidang pertahanan. Badan intelijen ini diharapkan bisa memberi data lebih lengkap terkait dengan komponen pendukung dan cadangan pertahanan di daerah.
Kalla mengatakan pemerintah telah memiliki beberapa lembaga intelijen, seperti Badan Intelijen Negara. Keberadaan lembaga intelijen harus ada koordinasinya. Jika tidak, output yang diberikan akan salah. Selain itu, setiap pembentukan organisasi harus disetujui Presiden. "Intelijen pertahanan ini belum dibicarakan," ujar Kalla.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya Widodo menuturkan intelijen pertahanan berguna untuk mengidentifikasi sumber daya dalam negeri yang bisa mendukung pertahanan. Sumber daya itu meliputi pangan, energi, bahkan industri maritim. "Termasuk potensi pertahanan di daerah, itu didata sebagai komponen pendukung dan komponen cadangan. Fungsinya dipakai jika suatu saat negara dalam kondisi darurat," katanya, Kamis pekan lalu.
Widodo menjelaskan, lembaga ini dijamin tidak akan tumpang-tindih dengan BIN atau Badan Intelijen Strategis (Bais). "Kalau Bais itu, kan, operasional di bawah Panglima TNI, menangani kekuatan yang konvensional antar-angkatan bersenjata. Kalau di Kementerian Pertahanan, mengawasi resources sumber daya," ucap Widodo.
Sedangkan BIN, menurut Widodo, bekerja kepada presiden untuk lingkup yang lebih luas. BIN membantu pembentukan kebijakan negara, meliputi politik, ekonomi, dan sebagainya. "Intelijen yang dikelola Kementerian Pertahanan berfokus pada pertahanan saja," ujar Widodo.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tubagus Hasanuddin menilai pembentukan badan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. "Badan intelijen internal yang ingin dibentuk itu mungkin saja sangat dibutuhkan. Namun DPR keberatan jika pembentukan badan itu tak sesuai dengan undang-undang," tutur Hasanuddin.
AMIRULLAH | YOHANES PASKALIS