TEMPO.CO, Semarang - Kepolisian Daerah Jawa Tengah mencatat terdapat 51 kasus kekerasan seksual yang ditangani polisi. Beberapa kasus terjadi di Kota Semarang. Korban siswa sekolah dasar dengan 8 tersangka dan di Kabupaten Pemalang dengan 6 orang tersangka.
“Ada juga kakek 57 tahun cabuli balita,” kata Direktur Kriminal Kepolisian Jawa Tengah Komisaris Besar Gagas Nugraha saat acara “Sosialisasi Pengungkapan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Melalui Perlindungan Saksi dan Korban”, Selasa, 14 Juni 2016.
Gagas mengatakan jumlah itu mengkhawatirkan. Sebab, pada 2015, ada 258 tersangka kekerasan seksual, sebanyak 168 dilakukan orang dewasa dan 90 oleh anak-anak. Dia menyebutkan penyebabnya adalah teknologi yang mudah diakses semua anak. “Laptop layanan Internet. Anak sekarang bebas mengakses situs pornografi,” katanya.
Pelaku anak, menurut Gagas, biasanya berasal dari keluarga broken home, tak punya pendidikan, atau tak sekolah karena orang tua tak memberi perhatian. Meski demikian, Gagas menegaskan ia tetap melindungi dengan membatasi pelaku anak agar tak terekpos detail ke publik. “Kekerasan seksual sidang tertutup. Tapi kadang media pandai mengemas,” katanya.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) Abdul Haris Semendawai menyatakan fenomena kekerasan seksual terhadap korban anak harus mendapat perhatian lebih. Namun terkadang pengungkapannya tidak tuntas. “Itu disebabkan, antara lain, sulitnya mendapatkan orang yang mau memberikan kesaksian untuk membantu aparat hukum mengungkap pelaku,” tuturnya.
Abdul mencatat, hingga Mei 2016, terdapat 779 permohonan perlindungan saksi. Pada Januari dan Februari bertambah masing-masing tiga pengajuan. Dan pada Maret dan April masing-masing bertambah lima pengajuan. “Dari ratusan pengajuan dari 17 provinsi,” katanya.
Menurut Abdul, tingginya angka kekerasan seksual itu diiringi dengan meningkatnya kualitas kekerasan itu sendiri sehingga korban meninggal.
EDI FAISOL