TEMPO.CO, Serang - Saeni, perempuan 58 tahun pemilik warung nasi yang menjadi korban razia rumah makan di Kota Serang tidak pernah menyangka kasus yang menimpanya akan membawa berkah lantaran dirinya kini mendapat banyak bantuan dan dikunjungi banyak pejabat.
Bantuan untuk Saeni terus mengalir sehingga nilainya bantuan yang diterima Saeni mencapai ratusan juta rupiah. "Kompas Rp 1 juta, ada juga dari orang Prancis Rp 3 juta, ” ujar Saeni, Selasa, 14 Juni 2016.
Setelah Presiden Joko Widodo memberikan bantuan uang sebesar Rp 10 juta, berikutnya giliran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo ikut memberikan bantuan uang untuk Saeni. Menurut Saeni, Tjahjo menitipkan amplop berisi uang melalui Direktur Jenderal Bina Wilayah Satuan Polisi Pamong Praja Kemendagri Asadullah.
"Saya diutus untuk menyampiakan amanah berupa uang dari pak Menteri, kalau jumlahnya saya tidak tahu," kata Asadullah saat mengunjungi warung Ibu Saeni Senin, 13 Juni 2016.
Pada saat Satpol PP Kota Serang melakukan razia, Saeni mengingat kejadian Rabu, 8 Juni 2016, dirinya baru saja selesai memasak makanan. Saat petugas Satpol PP tiba-tiba mengambil barang dagangannya untuk disita, dia terkejut. Pasca razia itu, dia jatuh sakit karena shock dan kaget. Karena razia itu, dia rugi sebesar Rp 600 ribu.
Tak menyangka, kejadian itu menjadi heboh. Perhatian dan bantuan datang berdatangan. Bahkan, Presiden Jokowi dan Menteri Tjahjo juga memberikan sumbangan. "Sekarang sih seneng banyak orang pada ngasih uang," ucap Saeni.
Melihat fenomena bantuan terus mengalir untuk Saeni, sejumlah ulama dan pimpinan pondok pesantren di Kota Serang merasa tersinggung atas pembelaan dan banyaknya bantuan yang mengalir dari sejumlah elit di Jakarta kepada Saeni.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Serang KH Martin Syarkowi mempertanyakan sikap pemerintah pusat yang justru membela pemilik warung makan Ibu Saeni, ketimbang menegakkan peraturan yang disepakati oleh masyarakat Kota Serang.
"Buat para elite di Jakarta, jangan dulu berkomentar sebelum tahu duduk persoalannya dengan jelas. Para elite ini kan hanya tau persoalannya dari media saja, belum tau kondisi dan kronologi aslinya bagaimana. Seharusnya mereka bisa mengerti ada kearifan lokal budaya di Kota Serang yang perlu dihormati juga," ujar KH Martin Syarkowi.
Peraturan mengenai penertiban warung makan yang tetap buka disiang hari selama bulan Ramadhan, sebetulnya telah lama dilakukan. Bahkan, menurut dia, masyarakat Kota Serang telah sepakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan tersebut.
“Sikap para elite di Jakarta yang tidak tahu persoalan secara utuh membuat tersingung para ulama dan masyarakat Kota Serang. Ini kan ada orang yang tidak menghormati bulan Ramadan dan melanggar peraturan tapi dibela, ini kan keliru menurut kami," ujar Martin.
Razia rumah makan dijalankan atas amanah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2010 tentang tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, yaitu ke satu Setiap orang dilarang merokok, makan, minum di tempat umum atau tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan Ramadhan.
Berdasarkan perda tersebut, pemilik restoran, kafe, rumah makan, warung nasi, dan pedagang makanan/minuman dilarang melakukan kegiatan di atas pada bulan Ramadhan 1437 H, sejak pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Khusus untuk pemilik kafe dan sejenisnya yang menyediakan sarana hiburan diwajibkan tutup mulai awal Ramadhan 1437 H hingga akhir Ramadhan 1437 H.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar Kota Serang, Namin mendukung langkah Satpol PP Kota Serang. Ia meminta semua pihak untuk tenang dan tidak memperuncing masalah. “Razia saat bulan puasakan sudah sering dilakukan dan sesuai dengan Perda. Kalau penyitaan itu soal lain yang harus diluruskan, tapi secara umum yang dilakukan Pol PP itu sudah benar,” katanya.
WASI’UL ULUM