TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan kebutuhan anggaran tahun depan sebesar Rp 766 miliar kepada Dewan Perwakilan Daerah. Dana ini rencananya untuk dua program, yakni dukungan manajemen dan tugas teknis, serta pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan Rp 503 miliar dari dana tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan manajemen dan tugas teknis. Sisanya sebesar Rp 263 miliar akan dipakai untuk program penindakan pidana korupsi. "Kami ingin bukan hanya penindakan, tapi juga pencegahan. Kami harapkan sistem bekerja," ucap Agus di DPR, Selasa, 14 Juni 2016.
Agus berujar, KPK rata-rata menerima pengaduan sebanyak 7.000 kasus dalam satu tahun. Namun, menurut dia, hanya sekitar 15 persen dari pengaduan tersebut yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Adapun KPK hanya mampu menangani 70 kasus korupsi setiap tahun. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada total pengaduan yang diterima lembaga antirasuah ini. Meski begitu, Agus menargetkan tahun depan KPK akan menangani 90 kasus korupsi.
Agus menilai penanganan 90 kasus korupsi masih tergolong sedikit dan belum sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk itu, ia mendorong semua penegak hukum bersinergi mengungkap tindak pidana korupsi.
Ia yakin, dengan adanya sinergi itu, KPK akan mampu menangani 200 kasus korupsi setiap tahun. Tapi anggaran sebesar Rp 766 miliar, tutur Agus, tidak akan mencukupi untuk menyelesaikan 200 perkara korupsi. Jadi ia berencana memohon tambahan dana sebesar Rp 87,7 miliar kepada Menteri Keuangan untuk tahun anggaran 2017.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyetujui langkah KPK meminta tambahan anggaran sebesar Rp 87,7 miliar dari anggaran tahun lalu. Politikus Partai Golongan Karya ini percaya, apabila anggaran digunakan secara maksimal, pemberantasan korupsi akan berjalan dengan baik. "Kami ingin KPK melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan undang-undang," katanya.
DANANG FIRMANTO