TEMPO.CO, Mojokerto - Penasehat hukum SMU, 33 tahun, Edy Yusef, menilai penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Resor Mojokerto, Jawa Timur, berkaitan kasus perkosaan terhadap SMU, janggal.
“Sangat janggal kasus itu dihentikan penyidikannya,” katanya, Selasa, 14 Juni 2016.
Sebagai penasihat hukum SMU, wanita tunagrahita itu, Edy mengaku tidak mendapat pemberitahuan adanya SP3. Advokat yang juga Ketua Pengurus Cabang Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Mojokerto itu, juga mempertanyakan dalih polisi yang menyatakan tidak cukup bukti kasus perkosaan itu.
Edy mengatakan, tiga orang pelaku sudah mengakui perbuatannya dan sudah diperiksa penyidik Polres Mojokerto. Akibat perkosaan itu SMU hamil dan sampai melahirkan anak. Menurut dia, ttu semua bisa menjadi bukti yang cukup bagi penyidik untuk menjerat para pelaku ke pengadilan. Itu sebabnya polisi diminta mengkaji kembali SP3 itu. “Kami akan perjuangkan agar kasus ini tetap dilanjutkan,” ujarnya.
Tiga pelaku itu adalah Shokib, Achmad Sudja'i dan Todjo Gasmono. Perkosaan pada 2015 itu tidak hanya dilakukan sekali. Juga di beberapa tempat yang berbeda. Keluarga SMU melaporkan kasus itu ke Polres Mojokerto, 4 Desember 2015.
Shokib adalah pengontrak rumah orang tua SMU di Desa Mlaten, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto. Ketika ibu SMU, Siti Romlah, 61 tahun, merantau ke Kalimantan sempat akan mengajak SMU. Tapi dicegah Shokib karena diminta tetap tinggal di rumah itu bersama Shokib.
Ternyata Shokib beberapa kali menyetubuhi SMU saat isterinya bekerja. Achmad Sudja'ui dan Todjo Gasmono juga melakukannya. Sudja’i adalah adik sepupu Romlah. Sedangkan Todjo merupakan tetangga yang juga menyewa rumah penduduk dekat rumah Romlah.
Mendengar kabar SMU hamil, Romlah pulang dari Kalimantan. Masalah itu ramai diperbincangkan dan diselesaikan melalui musyawarah oleh perangkat dusun. Para pelaku mengakui perbuatannya dan sanggup memberi uang sebagai ganti rugi. Tapi ditolak oleh keluarga korban, sehingga dilaporkan ke polisi.
Pada Januari 2016, penyidik melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Mojokerto. Namun kejaksaan menyatakan belum lengkap dan mengembalikannya ke polisi. Lama tak terdengar kabar kelanjutan penanganannya, tiba-tiba polisi menerbitkan SP3.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Budi Santoso mengatakan SP3 dikeluarkan karena tidak ada dasar hukum untuk memidanakan para pelaku. SMU juga usianya sudah dewasa dan dilakukan atas dasar suka sama suka. “Maka kami keluarkan SP3 dalam kasus ini. Itu diperkuat keterangan saksi ahli dari Universitas Airlangga dan Universitas Brawijya.”
ISHOMUDDIN