TEMPO.CO, Kendari - Ratusan massa yang menyebut dirinya ‘Anti Polisi’, Senin siang hingga petang, 13 Juni 2016, menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menyuarakan tema “Pray For Jalil”, warga Tobimeita, Kendari, Sulawesi Tenggara, yang diduga tewas akibat dianiaya puluhan polisi, Selasa 7 Juni 2016 lalu.
Massa yang berasal dari gabungan elemen mahasiswa dua perguruan tinggi, yakni Universitas Haluoleo dan Universitas Muhammadiyah, juga warga Kelurahan Tobimeita, memulai aksinya di Bundaran bekas Lokasi MTQ. Kemudian mereka bergerak ke Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara.
Baca Juga:
Massa yang terus dibuntuti ratusan aparat kepolisian melanjutkan aksinya di depan Markas Kepolisian Resor Kota Kendari. Seraya terus berorasi, mereka memeruskan aksinya di depan Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara di Jalan Haluoleo, Kecamatan Poasia, Kendari.
Bentrokan tak terhindarkan ketika massa hendak merangsek menembus ketatnya pengamanan polisi. Ratusan polisi bergeming. Satu unit mobil water canon, empat ekor anjing pelacak dan puluhan pasukan Antihuru-hara dan Sabhara dikerahkan menghalau massa.
Saling kejar antara polisi dan massa terjadi. Polisi juga mengeluarkan tembakan gas air mata dan semburan air dari mobil water canon. Massa melakukan perlawanan dengan lemparan batu. Polisi pun bertindak anarkistis, memukul sejumlah massa, menangkap sopir mobil pengangkut massa. Polisi juga mengambil secara paksa perangkat sound sistem yang digunakan massa.
Namun massa tetap menyuarakan tuntannya. Polda Sulawesi Tenggara dituntut memberikan penjelasan tentang kelajutan penanganan kasus penganiayaan terhadap Abdul Jalil, 25 tahun. Staf Badan Nasional Narkotika Provinsi Sulawesi Tenggara meninggal dunia akibat penganiayaan yang terjadi pada awal ramadan, Selasa 7 Juni 2016.
"Kematian Jalil menjadi tamparan keras bagi masyarakat. Bagaimana bisa polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat, malah bertindak anarkistis, bahkan dengan gampangnya polisi menganiaya sampai menghilangkan nyawa," teriak salah seorang dari massa saat menyampaikan orasinya.
Aksi brutal puluhan polisi itu menimbulkan tanda tanya bagi keluarga dan masyarakat. Selasa dini hari 7 Juni 2016 lalu, puluhan polisi berpakaian preman tiba-tiba mendatangi rumah Abdul Jalil di Kelurahan Tobimeita. Para polisi itu meringkus Jalil. Polisi menuduh Jalil sebagai salah satu pelaku kejahatan begal dan pencabulan yang sudah lama diincar.
Saat ditangkap di rumahnya dan dibawa oleh polisi, Jalil dalam kondisi sehat. Saat ditangkap, Jalil tidak melakukan perlawanan. Justru polisi mengikat kedua tangan Jalil. Pada Selasa siang, orang tua Jalil menerima kabar duka, polisi menyatakan Jalil telah tewas akibat sakit asma dan ginjal.
Orang tua dan para kerabat Jalil semakin kaget saat melihat jenazah Jalil. Pada sekujur tubuhnya penuh luka lebam. Kaki kirinya terdapat luka tembakan. "Kami tidak terima. Anak saya diambil dalam kondisi sehat. Kenapa setelah di tangan polisi malah tewas dengan kondisi tragis begitu," tutur Ibunda Jalil, Rahmatia, kepada Tempo.
ROSNIAWANTY FIKRI