TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Syafii, meragukan Kejaksaan Agung dapat memenuhi target mengeksekusi 30 terpidana mati pada 2017. Sebab, menurut dia, para terpidana mati pasti akan terus melakukan upaya hukum agar eksekusinya batal.
"Eksekusi pidana mati pasti tidak mudah," ujar Syafii, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 13 Juni 2016. Upaya untuk membatalkan eksekusi itu, menurut dia, akan lebih kuat untuk narapidana asing. "Mereka bisa melakukan upaya diplomasi."
Menurut Syafii, Kejaksaan sah-sah saja memasang target tersebut. Ia yakin semua dapat tercapai bila ada tekad dan kejujuran dari pihak Kejaksaan. "Kalau sekarang lihat saja, Freddy Budiman tidak mati-mati," ucapnya.
Syafii menuturkan saat ini masih banyak terpidana mati yang belum dieksekusi. Salah satu kendalanya adalah masalah dana. "Dana mereka saja dipotong," ujar Syafii.
Dalam rapat kerja membahas rencana kegiatan dan anggaran kementerian/lembaga 2017 bersama Komisi Hukum DPR, Kejaksaan memaparkan lembaganya membutuhkan anggaran untuk penanganan dan penyelesaian pidana umum Rp 463,3 miliar.
"Perkiraan terpidana mati 30 perkara, dan penyelesaian di seluruh Indonesia 116 ribu perkara," kata Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Bambang Waluyo.
Adapun untuk tahun ini, Kejaksaan telah menyiapkan anggaran untuk mengeksekusi 18 terpidana mati. Menurut Jaksa Agung H. M. Prasetyo eksekusi mati jilid ketiga kerap tertunda lantaran memprioritaskan dana untuk sektor ekonomi.
Eksekusi jilid ketiga rencananya akan dilakukan setelah Ramadan. Meski masih menimbang jumlah pastinya, Prasetyo menegaskan tahanan yang akan dieksekusi semuanya dari kasus narkoba.
AHMAD FAIZ