TEMPO.CO, Bogor - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar melepasliarkan 40 ekor burung jalak putih di Taman Safari Indonesia (TSI), yang menjadi kawasan hutan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pelepasan jalak putih itu adalah bagian perayaan Pekan Lingkungan Hidup Internasional.
"Kami dari tim KLHK juga sudah melepas 22 ekor burung kakatua di hutan Papua, dan Alhamdulillah sekarang sudah bertelur, mudah-mudahan ini tetap terus berkembang biak dan dapat dilihat oleh anak cucu," kata Siti Nurbaya.
Burung Jalak Putih adalah burung endemik di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Burung itu dilindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 di mana burung jenis ini dinyatakan berstatus kritis (critically endangered) oleh IUCN. Keberadaannya semakin terancam oleh hilangnya habitat serta maraknya perburuan liar.
Menteri Siti mengatakan, Kementerian LHK bersama 37 lembaga konservasi aktif melakukan penegakan hukum, perlindungan habitat, dan peningkatan populasi satwa dilindungi. Siti memerintahkan Dirjen Gakum KLHK melakukan penegakan hukum dalam pelestarian hewan dan satwa langka.
"Kami berterimakasih karena respons masyarakat juga cukup baik dalam menyelamatkan berbagai satwa dilindungi. Setiap hari melaporkan adanya jual beli satwa liar. Kami masih perlu pengawasan dan dukungan masyarakat,” ujarnya.
Direktur TSI, Tony Sumampau mengatakan, area TSI memiliki kondisi alam yang masih terjaga sehingga sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan tinggal serta pakan setelah hewan dilepasliarkan. TSI juga mempunyai SDM yang memadai untuk menunjang keamanan satwa tersebut.
"Saat ini keberadaan burung jalak putih di alam liar sudah punah, yang ada sekarang hanya burung dari penangkararan yang kami lepaskan," kata dia.
Sebelum pelepasliaran, TSI telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di lima desa dari dua kecamatan serta institusi pendidikan di sekitar TSI. Tony melihat, peran masyarakat sekitar sangatlah penting terutama setelah Jalak Putih dilepasliarkan. “Sosialisasi ke institusi pendidikan untuk mengenalkan Jalak Putih sekaligus membangun awareness serta menanamkan rasa cinta terhadap satwa serta alam sejak usia dini,” kata dia
Dalam acara tersebut, Menteri LHK juga menyerahkan Orangutan dan Burung Paruh Bengkok ke lembaga konservasi, serta harimau sumatera Giring. Orangutan yang diserahkan merupakan hasil repatriasi dari Thailand yang tidak dapat dilepasliarkan karena sudah terlalu dewasa dan telah sering berinteraksi dengan manusia. "Setelah beberapa tahun mendapat perawatan di Thailand akhirnya bisa kembali ke Indonesia, kami bersyukur," kata dia.
Burung paruh bengkok yang diberikan kepada TSI merupakan hasil penyerahan masyarakat tidak dapat dilepasliarkan karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.
Giring, harimau sumatera dari Bengkulu, terpaksa dititipkan di Pusat Penyelamatan Harimau Sumatera di TSI karena konflik dengan penduduk sekitar. Kondisi kesehatannya saat ini tak memungkinkan Giring dilepas kembali ke alam bebas.
M SIDIK PERMANA
KOREKSI: Naskah berita ini sudah diubah pada Rabu, 15 Juni 2016 untuk
memperbaiki keterangan soal pelepasan burung kakatua di Papua. Sebelumnya tertulis pelepasan burung jalak putih di Papua.
Terimakasih.